TRIBUNNEWS.COM - Mempertaruhkan hubungan dengan Turki, Presiden AS Joe Biden siap menyatakan bahwa serangan Kekaisaran Ottoman kepada bangsa Armenia merupakan genosida.
Deklarasi yang akan dilakukan Biden pada minggu ini akan mempertaruhkan hubungan AS dengan Turki.
Dilansir CNN, dua orang yang mengetahui keputusan itu mengatakan, Biden mungkin akan menyatakannya tepat pada Hari Peringatan insiden itu pada Sabtu mendatang.
Kendati demikian, kata dua sumber ini, Biden mungkin saja berubah pikiran untuk menyatakannya sebagai sebuah peristiwa bersejarah tanpa menyebutnya sebagai genosida.
Sementara itu sumber lain mengatakan, pejabat AS memberikan sinyal kepada sekutu yang ingin Biden mendeklarasikannya sebagai genosida, bahwa Presiden AS akan segera melakukannya.
Baca juga: Konferensi Perdamaian Perang Afghanistan di Turki Ditunda, Taliban Enggan Datang
Baca juga: Beribadah Sambil Menikmati Keindahan Arsitektur Ala Turki di Masjid At-Tin Taman Mini
Pemerintah Turki kerap mengajukan keluhan karena pemerintah asing menggambarkan peristiwa pada 1915 itu sebagai 'genosida'.
Turki menilai insiden pembantaian Kekaisaran Ottoman kepada bangsa Armenia merupakan buntut dari perang dan kedua pihak mengalami kerugian.
Turki menyebutkan 300.000 orang Armenia tewas dalam kejadian itu, namun menurut Wikipedia ada sekitar 1 juta orang yang jadi korban.
Presiden Barack Obama dan Donald Trump sama-sama menghindari penggunaan kata 'genosida' untuk menghindari kemarahan dari Ankara.
Namun, menurut Biden, Turki tidak boleh mencegah penggunaan istilah yang akan menvalidasi penderitaan bangsa Armenia serta berkaitan dengan HAM.
Gedung Putih menolak berkomentar soal hal ini pada Rabu (21/4/2021).
Sekretaris pers Jen Psaki mengatakan pemerintah akan "berbicara lebih banyak tentang Hari Peringatan pada hari Sabtu."
Amerika Serikat dan para presidennya secara konsisten menghindari penggunaan "genosida" untuk menggambarkan kekejaman tersebut.
Namun Biden pada kampanyenya berjanji: "Saya berjanji untuk mendukung resolusi yang mengakui Genosida Armenia dan akan menjadikan hak asasi manusia universal sebagai prioritas utama bagi pemerintahan saya."