New Delhi pada hari Sabtu melaporkan lebih dari 24.000 kasus baru dengan lebih dari seperempat dari mereka yang dites memberikan hasil positif dan rekor kematian tertinggi 357.
“Kami berada dalam tantangan paling menyedihkan yang dihadapi negara kami sejak pemisahan tahun 1947,” kata Dr. Ritesh Malik dari Radix Healthcare.
Ritesh Malik menyebutkan pasien Covid-19 di India yang sangat rentan terus menerus mencari oksigen, tempat tidur, obat-obatan dan hal-hal seperti parasetamol di kota-kota kecil di India.
Minta Twitter Hapus Berita Hoax
Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan dalam pidato radio bulanannya bahwa India telah diguncang oleh badai saat ia meminta orang untuk divaksinasi dan tidak terpengaruh oleh rumor apapun tentang vaksin.
Sejauh ini, negara tersebut telah memberikan hampir 141 juta suntikan vaksin.
Namun para ahli mengatakan program inokulasi massal perlu ditingkatkan secara signifikan di negara berpenduduk 1,3 miliar tersebut.
Ada kritik yang berkembang terhadap pemerintah Modi atas tuduhan bahwa mereka tidak siap menjelang lonjakan.
Sementara itu, pada hari Minggu, Twitter mengkonfirmasi telah menahan puluhan tweet yang mengkritik krisis tersebut setelah adanya tuntutan hukum dari New Delhi.
"Jika konten ditetapkan sebagai ilegal di yurisdiksi tertentu, tetapi tidak melanggar aturan Twitter, kami dapat menahan akses ke konten hanya di India," kata pernyataan resmi Twitter.
Beberapa tweet menyertakan komentar, termasuk dari anggota parlemen oposisi regional, tentang sistem perawatan kesehatan yang kewalahan.
Kementerian Teknologi Informasi India menyebutkan bahwa pihaknya meminta Twitter untuk menghapus 100 posting.
"Terdapat penyalahgunaan platform media sosial oleh pengguna tertentu untuk menyebarkan informasi palsu atau menyesatkan dan menimbulkan kepanikan tentang situasi Covid-19 di India," jelas kementerian tersebut.
Baca juga: India Bukukan Rekor Dunia Kasus Baru Covid-19
Baca juga: BREAKING NEWS: Puluhan Warga India Bikin Ricuh di Menteng, TNI dan Polri Diturunkan
Krisis Oksigen