Sekira 785 orang telah terbunuh oleh pasukan keamanan, menurut angka AAPP.
Tiga dari jurnalis DVB ditahan di Thailand utara minggu ini karena masuk secara ilegal setelah melarikan diri dari Myanmar.
Kelompok hak asasi manusia telah memohon kepada Thailand untuk tidak mendeportasi mereka.
Emerlynne Gil, wakil direktur regional Amnesty International mengatakan jurnalisme secara efektif telah dikriminalisasi oleh para jenderal Myanmar.
"Mereka mempertaruhkan nyawa dan kebebasan untuk menjelaskan pelanggaran militer," kata Gil dalam sebuah pernyataan.
"Otoritas militer kejam, bertekad untuk menghancurkan perbedaan pendapat dengan membungkam mereka yang berusaha mengungkap kejahatan mereka," imbuhnya.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Labeli Pemerintah Bayangan NUG Sebagai Kelompok Teroris
Baca juga: Junta Myanmar Larang Warga Tonton TV Satelit, Pelanggarnya Terancam Dipenjara dan Denda Rp 4,6 Juta
Perlawanan terhadap militer telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
Ditunjukkan dengan permusuhan yang berkobar antara militer dan beberapa tentara etnis minoritas, serangan fatal terhadap administrator yang ditunjuk oleh pemerintah militer, penyergapan polisi dan tentara oleh milisi yang menyebut diri mereka Pasukan Pertahanan Rakyat.
MRTV mengumumkan pada Kamis (13/5/2021) bahwa darurat militer telah diumumkan karena kerusuhan di Mindut di negara bagian Chin barat laut.
Kelompok mujahidin di sana mengatakan telah terjadi pertempuran sengit antara warga sipil bersenjata dan pasukan pemerintah militer.
Sementara itu, protes terus berlanjut di seluruh negeri pada Jumat (14/5/2021), dengan pengunjuk rasa dengan sepeda motor turun ke jalan di Mogaung di negara bagian Kachin dan puluhan pengunjuk rasa berbaris di Mandalay meskipun ada ancaman tindakan keras militer.
Pemogokan cahaya lilin oleh siswa juga diadakan pada Kamis malam di Mingaladon, utara Yangon, kota dan pusat ekonomi terbesar di negara itu.
Berita lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)