TRIBUNNEWS.COM - Legislator Amerika Serikat (AS) mempertanyakan soal penjualan senjata senilai 735 juta dolar Amerika atau setara dengan Rp 10,5 triliun ke Israel.
Washington Post melaporkan, penjualan senjata diumumkan Kongres AS pada 5 Mei 2021 lalu atau sepekan sebelum eskalasi Israel-Palestina dimulai.
Senjata-senjata tersebut termasuk Joint Direct Attack Munitions (JDAMs), yang digunakan untuk mengubah bom menjadi peluru kendali presisi, menurut surat kabar itu.
Melansir Al Jazeera, beberapa legislator dan staf lainnya mengatakan penjualan itu dapat memicu gelombang oposisi di Kongres, di mana kritik terhadap dukungan pemerintah Biden terhadap Israel saat ini tengah meningkat.
"Membiarkan penjualan bom pintar yang diusulkan ini dilakukan tanpa memberikan tekanan pada Israel untuk menyetujui gencatan senjata hanya akan memungkinkan pembantaian lebih lanjut," kata seorang legislator di Komite Urusan Luar Negeri DPR kepada surat kabar tersebut.
Baca juga: Bella Hadid Bereaksi Saat Dapat Kecamanan Israel, Sebut Tentang Kebebasan Bukan Pemusnahan
Baca juga: Bamsoet dan Ketua Parlemen Turki Minta PBB Keluarkan Resolusi Hentikan Agresi Israel ke Palestina
Di bawah hukum AS, administrasi diharuskan memberi tahu Kongres tentang penjualan semacam itu.
Legislator kemudian memiliki waktu 20 hari untuk mengesahkan resolusi yang menentang penjualan.
Hingga saat ini, 198 warga Palestina di Gaza, termasuk 58 anak-anak, telah terbunuh oleh serangan Israel sejak awal eskalasi pada 10 Mei 2021.
Israel melaporkan 10 orang, termasuk dua anak, tewas dalam serangan roket dari Gaza.
Hamas dan kelompok bersenjata lainnya mulai menembakkan roket ke Israel pada Senin pekan lalu.
Hal ini menyusul protes atas pengusiran paksa warga Palestina yang akan datang dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur, dan mengakibatkan penggerebekan oleh pasukan keamanan Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa.
Baca juga: Hamas Peringatkan Israel Agar Tak Sentuh Al Aqsa: Masjid Al Aqsa Dasar Pejuangan Melawan Zionisme
Baca juga: OKI Tegaskan Al-Quds Al-Shareef dan Masjid Al-Aqsa Adalah Tempat Suci Umat Islam
Bantuan tahunan dipertanyakan
Pada Senin (17/5/2021), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mendesak semua pihak untuk memastikan perlindungan warga sipil.
Ia mengulangi, Israel memiliki beban ekstra untuk melakukan segalanya untuk menghindari korban sipil.
Blinken menambahkan belum melihat bukti Israel soal Hamas yang beroperasi di gedung Gaza yang menampung tempat tinggal, kantor dan organisasi media - termasuk Al Jazeera dan Associated Press - yang diserang Israel pada Sabtu.
Blinken juga telah meminta pembenaran Israel untuk serangan itu.
Namun, pemerintahan Biden terus menekankan hak Israel untuk "membela diri" di tengah kekerasan.
Sementara berulang kali memveto pernyataan bersama Dewan Keamanan PBB yang akan mengutuk tindakan Israel dan menyerukan gencatan senjata.
Sikap tersebut telah menuai kritik dari beberapa pihak di Partai Demokrat yang menuduh bahwa Biden mengabaikan pelanggaran Israel demi aliansi yang telah lama ada.
Baca juga: Menlu Blinken Ajak Dunia Kerja Sama Perangi Krisis Iklim
Bantuan AS untuk Israel
Di luar penjualan senjata, AS menyediakan sekitar $ 3,8 miliar bantuan tahunan untuk Israel.
Bantuan itu, tidak seperti negara lain, tidak bergantung pada catatan hak asasi manusia Israel.
Kader legislator progresif di Partai Demokrat semakin mempertanyakan dukungan AS, yang pernah dianggap sakral.
Namun, beberapa pembantu kongres mengatakan kepada Washington Post, jika resolusi diperkenalkan untuk menentang penjualan senjata terbaru, tampaknya tidak akan mendapatkan dukungan yang cukup untuk disahkan.
Berita lain terkait Israel Serang Jalur Gaza
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)