TRIBUNNEWS.COM, GAZA - Beberapa jurnalis Palestina berbagi kisah dengan Al Jazeera tentang ketakutan mereka dan kelelahan meliput pengeboman Israel yang terus berlanjut di Jalur Gaza yang terkepung, serta tekad mereka untuk menyiarkan kekerasan militer Israel.
Kekerasan terbaru meletus pada 10 Mei, ketika Israel melancarkan serangan udara di Gaza setelah Hamas, kelompok Palestina yang menguasai wilayah itu, menembakkan roket ke Israel.
Ketegangan meningkat di Yerusalem Timur yang diduduki beberapa pekan terakhir, di mana pasukan Israel melukai ratusan pengunjuk rasa dalam tindakan keras di kompleks Masjid Al-Aqsa, sebuah situs yang dihormati oleh Muslim dan Yahudi.
Ketika Israel melewatkan deadline yang ditetapkan Hamas untuk menarik pasukannya dari daerah itu, kelompok Hamas akhirnya menembakkan beberapa roket ke arah Yerusalem.
Otoritas Kesehatan menyebutkan, setidaknya 222 orang telah tewas dalam pemboman Israel di Gaza, termasuk 63 anak-anak. Sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan roket di Israel, termasuk dua anak.
Baca juga: TANGIS Pilu Warga Gaza Kehilangan Keluarga dalam Serangan Udara Zionis Israel
Serangan Israel di Gaza telah menyebabkan beberapa bangunan bertingkat tinggi menjadi sasaran, termasuk blok menara Al-Jalaa yang menampung kantor media internasional.
Para pendukung kebebasan pers mengutuk serangan itu sebagai upaya untuk membungkam jurnalis.
Israel juga menghancurkan gedung perkantoran al-Jawhara dan al-Shorouk di Kota Gaza, yang menampung lebih dari selusin media internasional dan lokal.
Pada Rabu pagi, Yousef Abu Hussein, seorang jurnalis dengan stasiun Radio al-Aqsa di Gaza, tewas dalam serangan Israel di rumahnya di lingkungan Sheikh Redwan di Jalur Gaza utara.
Inilah testimona empat jurnalis Palestina yang meliput pengeboman di Gaza.
Baca juga: Israel Kembali Tutup Perbatasan Gaza dan Hentikan Pengiriman Bantuan Internasional
Ghalia Hamad
Selama liputan langsungnya, Ghalia Hamad selalu mengontak putrinya di rumah. Ia ingin memastikan mereka aman dan selamat.
“Setiap kali saya mendengar bom, saya merasa panik dan langsung menelepon ke rumah untuk memeriksa keluarga saya,” katanya kepada Al Jazeera.
Wartawan berusia 30 tahun, yang bekerja sebagai koresponden Al Jazeera Mubasher di Jalur Gaza yang terkepung, memiliki dua putri, berusia lima setengah tahun.