News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Krisis Myanmar

Wartawan Amerika Serikat Ditangkap, Total 34 Jurnalis dan Fotografer Ditahan oleh Militer Myanmar

Penulis: Rica Agustina
Editor: Gigih
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Demonstran antikudeta militer Myanmar - Wartawan asal Amerika Serikat ditangkap oleh militer Myanmar saat akan naik pesawat ke luar negeri di Bandara Internasional Yangon, Senin (24/5/2021).

TRIBUNNEWS.COM - Seorang editor kantor berita yang berbasis di Myanmar ditangkap oleh pihak berwenang di Kota Yangon, Senin (24/5/2021).

Danny Fenster, seorang warga Amerika Serikat dan redaktur pelaksana Frontier Myanmar ditangkap saat akan naik pesawat ke luar negeri di Bandara Internasional Yangon.

Frontier Myanmar dalam sebuah pernyataan di akun Twitter terverifikasi mereka, mengatakan, mereka tidak tahu mengapa Fenster ditangkap dan ditahan.

Mereka, lanjut Frontier Myanmar, tidak dapat menghubungi Fenster sejak pagi.

"Kami tidak tahu mengapa Fenster ditahan dan tidak dapat menghubunginya sejak pagi ini. Kami prihatin atas kesejahteraannya dan menyerukan pembebasannya segera," kata Frontier Myanmar.

"Prioritas kami saat ini adalah memastikan dia aman dan memberinya bantuan apa pun yang dia butuhkan," lanjut kantor berita itu, dikutip dari Channel News Asia.

Baca juga: UE Kecam Rencana Komisi Pemilihan yang Ditunjuk Junta Myanmar untuk Bubarkan Partai Aung San Suu Kyi

Fenster telah bekerja untuk Frontier Myanmar selama satu tahun dan sedang menuju rumah untuk melihat keluarganya, kata kepala editor Frontier Thomas Kean kepada AFP.

"Kami mengetahui sekitar jam 10 pagi bahwa Danny tidak diizinkan naik pesawatnya dari bandara Yangon," katanya.

Dalam sebuah pesan yang dibagikan dengan AFP, saudara laki-laki Fenster, Bryan, mengatakan bahwa keluarganya terkejut dan sangat bingung dengan kejadian yang menimpa jurnalis berusia 37 tahun itu.

"Kami sudah diyakinkan untuk tidak khawatir akan keselamatannya (Fenster), tetapi meski begitu kami tetap sangat khawatir," ucap Bryan.

Frontier mangatakan, pihaknya menduga bahwa Fenster telah dipindahkan ke Penjara Insein yang terkenal kejam di Yangon.

"Dengan penangkapan seorang warga AS dan seorang jurnalis yang dihormati, itu menandakan normal baru," kata Herve Lemahieu, seorang ahli Myanmar di Institut Lowy Australia, kepada AFP.

Junta berharap ini bisa membuat jera jurnalis lokal, sebuah peringatan bahwa tidak ada orang yang berada di luar jangkauan mereka, lanjut Lemahieu.

Adapun Myanmar telah gempar sejak kudeta 1 Februari 2021 oleh militer, dengan aksi protes hampir setiap hari dan gerakan pertentangan sipil nasional.

Lebih dari 800 orang telah dibunuh oleh militer, menurut kelompok pemantau lokal Assistance Association of Political Prisoners (AAPP).

Sementara itu, pers telah terperangkap dalam tindakan keras junta ketika militer berusaha memperketat kontrol atas arus informasi.

Yuki Kitazumi (45) dengan beberapa catatannya menggunakan kopi hitam saat menuliskan di dalam tahanan militer Myanmar. (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)

Setidaknya 34 jurnalis dan fotografer tetap ditahan di seluruh Myanmar, menurut kelompok pemantau Reporting ASEAN.

Militer juga membatasi akses internet dan memberedel izin lima kantor berita lokal.

Diberitakan sebelumnya, Reporter Jepang Yuki Kitazumi ditangkap oleh pihak berwenang di Myanmar bulan lalu.

Dia kemudian ditahan di Penjara Insein hingga dibebaskan minggu lalu.

Sekembalinya ke Tokyo, Kitazumi mengatakan tahanan politik di penjara itu telah disiksa dengan pemukulan dan kurang tidur.

Selanjutnya, pada Maret 2021 lalu, seorang jurnalis BBC ditahan sebentar setelah ditangkap oleh petugas berpakaian sipil saat melapor di luar pengadilan di Ibu Kota Naypyidaw.

Secara terpisah, jurnalis foto Polandia Robert Bociaga, yang juga ditangkap saat meliput aksi protes, dibebaskan pada Maret setelah hampir dua minggu ditahan.

Penangkapan itu terjadi ketika pemimpin sipil yang ditahan, Aung San Suu Kyi menyuarakan penentangan pada Senin, dalam penampilan pengadilan pertamanya sejak ditahan dalam kudeta.

Saat itu Aung San Suu Kyi bersumpah bahwa partai politiknya yang digulingkan militer akan terus hidup.

Untuk diketahui, dalam Indeks Kebebasan Pers Reporters Without Borders 2021, Myanmar berada di peringkat 140 dari 180 negara.

Baca juga: Ketua Pemilu Myanmar yang Ditunjuk Junta akan Pertimbangkan Pembubaran Partai NLD Aung San Suu Kyi

Sejak kudeta, wartawan di Myanmar menghadapi kampanye penangkapan sistematis dan penyensoran, kata badan pengawas itu.

"Banyak yang akan mengundurkan diri untuk bekerja secara sembunyi-sembunyi agar bebas melaporkan apa yang terjadi dan menghindari polisi," jelasnya, masih melansir sumber yang sama.

UE Kecam Rencana Komisi Pemilihan yang Ditunjuk Junta Myanmar untuk Bubarkan Partai Aung San Suu Kyi

Uni Eropa (UE) mengecam proposal Komisi Pemilihan Umum (UEC) Myanmar yang ditunjuk pemerintah militer atau junta untuk membubarkan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi.

Dikatakan juru bicara Komisi Eksekutif Uni Eropa, jika UEC yang dipimpin oleh Thein Soe tetap melanjutkan proposal tersebut, maka itu akan menunjukkan ketidakpedulian junta terhadap warga Myanmar.

Junta dianggap secara terang-terangan menolak keinginan warganya untuk menggunakan proses hukum yang seharusnya.

"Jika Komisi akan melanjutkan proposal ini, itu akan menunjukkan lagi-lagi ketidakpedulian junta secara terang-terangan terhadap keinginan rakyat Myanmar dan untuk proses hukum yang seharusnya," kata juru bicara Komisi Eksekutif Uni Eropa, dikutip dari Channel News Asia.

Uni Eropa menggemakan posisi NLD, menggarisbawahi bahwa kemenangan partai telah dikonfirmasi oleh semua pengamat independen domestik dan internasional.

Baca juga: Jadi Donatur Utama, Jepang Ancam Bekukan Semua Bantuan ke Myanmar

Uni Eropa kemudian menegaskan, tidak ada penindasan atau proses hukum semu yang tidak berdasar yang dapat memberikan legitimasi kepada kudeta yang dilakukan oleh militer.

Untuk itu, Uni Eropa akan terus mengecam semua upaya yang menentang keinginan warga Myanmar, maupun mengubah hasil pemilihan.

"Tidak ada penindasan atau proses hukum semu yang tidak berdasar yang dapat memberikan legitimasi kepada pengambilalihan kekuasaan secara ilegal oleh junta," kata juru bicara Komisi Uni Eropa.

"Uni Eropa akan terus mengecam semua upaya untuk membatalkan keinginan rakyat Myanmar dan mengubah hasil pemilihan umum terakhir," sambung Komisi Uni Eropa.

Diketahui, UEC pada Jumat (21/5/2021), mengatakan lembaganya akan mempertimbangkan untuk membubarkan NLD.

Hal itu dilakukan setelah adanya dugaan keterlibatan NLD dalam penipuan pemilihan umum (Pemilu) dan para pemimpinnya diduga melakukan pengkhianatan.

Berita lain seputar Krisis Myanmar

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini