TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Iran menegaskan bahwa negaranya tidak pernah merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Donald Trump.
Bantahan tersebut dilontarkan langsung oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, setelah AS menuduh Iran terlibat dugaan rencana pembunuhan terhadap Donald Trump.
"Sekarang, skenario baru dibuat-buat, karena pembunuh tidak ada dalam kenyataan, penulis naskah didatangkan untuk membuat komedi kelas tiga," kata Araghchi dalam sebuah posting di X.
Bantahan serupa juga disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmail Baghaei.
Dalam keterangan resmi yang dikutip dari The Times Of Israel, Baghaei menyebut tuduhan yang disampaikan oleh Departemen Kehakiman AS itu sama sekali tidak berdasar.
Baghaei merujuk pada "tuduhan serupa" sebelumnya yang juga dibantah oleh Iran, yang ia gambarkan sebagai "konspirasi menjijikkan" yang diatur oleh Israel dan faksi-faksi anti Iran untuk memperumit masalah antara AS dan Iran.
Adapun bantahan ini muncul setelah Departemen Kehakiman AS menahan seorang tersangka bernama Farhad Shaker seorang warga negara Afghanistan berusia 51 tahun.
Menurut dokumen dakwaan, Shaker, seorang warga negara Afghanistan berusia 51 tahun, dituduh melakukan pengintaian dan persiapan untuk melaksanakan pembunuhan tersebut.
Mencuatnya isu tersebut sontak memicu perang dingin antara AS dan Iran, memperparah hubungan keduanya yang telah memanas.
Mencegah panasnya konflik antara AS dan Iran di tengah kondisi ketegangan perang Timur Tengah, pemerintah Iran menegaskan bahwa negaranya tidak pernah merencanakan pembunuhan terhadap siapapun.
Baghaei menegaskan bahwa Iran menggunakan semua cara yang sah dan legal, baik di dalam negeri maupun internasional, untuk membela hak-hak bangsa Iran.
Baca juga: Populer Internasional: Proksi Iran Serentak Serang Israel - Peringatan Mossad soal Rusuh di Belanda
Perseteruan AS-Iran
Sebelum konflik mencuat, AS dan Iran sempat berseteru. Iran secara sepihak memutuskan hubungan diplomatik dengan AS setelah revolusi Islam pada tahun 1979.
Sejak saat itu, negara tersebut bersumpah untuk melawan “imperialisme Amerika”, dan melihat penghancuran Israel sebagai tujuan utama dalam perjuangan tersebut.
"Iran akan bertindak berdasarkan kepentingannya sendiri. Ada kemungkinan pembicaraan rahasia antara Teheran dan Washington akan berlangsung. Jika ancaman keamanan terhadap Republik Islam dihilangkan, apa pun mungkin terjadi," kata analis yang berbasis di Teheran, Saeed Laylaz.