News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Krisis Myanmar

ASEAN Serukan Pembebasan Aung San Suu Kyi

Editor: hasanah samhudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para migran Myanmar di Thailand menunjukkan salam tiga jari dan foto pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi yang ditahan pada sebuah protes terhadap kudeta militer di negara asal mereka, di depan gedung ESCAP PBB di Bangkok pada 22 Februari 2021.

Dalam msidang itu, Suu Kyi mengatakan kepada pengacaranya bahwa, partainya NLD “akan tetap ada selama orang-orang ada.”

Baca juga: Ketua Pemilu Myanmar yang Ditunjuk Junta akan Pertimbangkan Pembubaran Partai NLD Aung San Suu Kyi

Bahkan, katanya, jika junta mengancam untuk membubarkan partainya- yang memenangkan pemilu pada tahun 2020 - atas dugaan penipuan pemilih.

Peraih Nobel ini, yang tak muncul di depan publik sejak kudeta Februari lalu, tampak  "sehat dan percaya diri sepenuhnya" selama pertemuan 30 menit itu, kata pengacaranya Min Min Soe kepada AFP.

“Ia berharap rakyatnya tetap sehat sekaligus menegaskan NLD akan ada selama ada masyarakat karena didirikan untuk rakyat,” tambahnya, seperti dikutip dari The Star.

Suu Kyi didakwa dengan serangkaian tuduhan kriminal termasuk melanggar pembatasan virus Corona selama kampanye pemilihan tahun lalu dan memiliki walkie-talkie tanpa izin.

Kasus hukum Suu Kyi mengalami penundaan berminggu-minggu dan pengacaranya berjuang untuk mendapatkan akses ke klien mereka.

Baca juga: Junta Myanmar Berlakukan Darurat Militer, Salahkan Teroris atas Serangan di Kantor Polisi dan Bank

Sidang berikutnya ditetapkan pada 7 Juni, kata Min Min Soe, menambahkan dia juga telah bertemu dengan mantan presiden Win Myint, yang digulingkan dan ditahan bersama dengan Suu Kyi.

Kekacauan politik terjadi di Myanmar ssejak kudeta 1 Februari. Tiada hari tanpa aksi protes dan Gerakan pembangkangan sipil nasional. Tim pemantau local memperkirakan lebih dari 800 orang tewas di tangan militer.

ASEAN memimpin upaya diplomatik untuk mengakhiri pertumpahan darah di Myanmar dan mempromosikan dialog antara junta dan lawan-lawannya.

Awal bulan ini, lebih dari 200 kelompok masyarakat sipil, termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International, mendesak Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan embargo senjata di Myanmar.

Hanya Dewan Keamanan PBB yang dapat menjatuhkan sanksi yang mengikat secara hukum atau embargo senjata, tetapi para diplomat mengatakan Rusia dan China kemungkinan dapat menggunakan hak veto mereka untuk mencegah tindakan seperti itu terhadap Myanmar. (Tribunnews.com/ChannelNewsAsia/Hasanah Samhudi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini