TRIBUNNEWS.COM, RIO DE JANEIRO – Ahli hukum internasional Universitas Rio de Janeiro Brasil, Lucas Leiroz, menyatakan pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise adalah plot AS.
Kekuasaan di AS menggunakan agen-agen khusus, kontaktor keamanan swasta atau tentara bayaran asal Kolombia untuk melaksanakan proyek politiknya.
Ulasan Leiroz diterbitkan di situs berita Southfront.org, Sabtu (17/7/2021). Situs ini banyak mengulas konflik politik dan konflik bersenjata di berbagai kawasan di dunia.
Menurut Leiroz, data baru penyelidikan pembunuhan Moise mengungkapkan agen pemerintah AS yang mengurusi narkoba, terlibat dalam kasus tersebut.
Selain itu, ada laporan yang menyatakan mereka yang bertanggung jawab atas serangan itu terlibat dalam invasi dan upaya kudeta baru-baru ini terhadap Venezuela dan Presiden Nicolás Maduro.
Baca juga: Pentagon Akui Pernah Latih Warga Kolombia Pembunuh Presiden Haiti
Baca juga: Presiden Haiti Jovenel Moise Dibunuh di Rumahnya, Situasi Negara Bergejolak
Baca juga: Fakta-fakta Pembunuhan Presiden Haiti, Diserang Sekelompok Tentara Bayaran Tengah Malam di Rumahnya
Alasan mengapa Washington maju di kawasan itu masih belum jelas, tetapi menurut Lucas Leiroz manuver tersebut merupakan respons terhadap kehadiran Cina dan Iran di Karibia.
Segera setelah pembunuhan Presiden Moise, polisi Haiti memulai penyelidikan mendalam atas kasus tersebut, yang mengakibatkan penangkapan banyak orang yang dicurigai terlibat.
Kebanyakan dari mereka orang asing. Hal yang paling aneh adalah beberapa tersangka yang ditangkap adalah warga negara AS – bukan hanya warga negara, tetapi juga agen dan informan Drug Enforcement Agency (DEA).
Joseph Vincent dan James Solages mengidentifikasi diri mereka sebagai agen DEA pada saat penangkapan mereka dan kemudian dikonfirmasi sebagai anggota dinas intelijen badan tersebut.
Namun, DEA menyangkal terlibat dalam tindakan yang diambil oleh Vincent dan Solages, mengklaim mereka berdua bertindak atas inisiatif sendiri dalam pembunuhan Moise.
Namun, ini hanyalah awal dari penyelidikan keterlibatan warga AS dalam pembunuhan itu. Polisi Haiti kemudian menangkap Christian Emmanuel Sanon.
Lahir di Haiti tetapi berkewarganegaraan AS, Sanon telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di luar negeri, kembali ke wilayah Haiti beberapa tahun yang lalu.
Dia adalah seorang pengkhotbah Protestan dan dokter yang dididik di Republik Dominika. Sejak kembali ke Haiti, ia telah memimpin kampanye kemanusiaan besar-besaran, memberikan bantuan medis dan layanan keagamaan kepada penduduk.
Tidak hanya itu, Sanon semakin terlibat dalam politik nasional Haiti, menjadi tokoh populer yang berpengaruh karena kritiknya terhadap pemerintah lokal dan mendukung reformasi radikal di negara tersebut.
Wacana kemanusiaan, agama, dan revolusionernya secara bersamaan telah menarik dukungan rakyat yang luas.
Apa yang menyebabkan dia dimasukkan dalam daftar dugaan keterlibatan adalah penentangannya yang tegas terhadap Moise, dikombinasikan dengan pengaruh sosialnya.
Kecurigaan itu menurut Leiroz, tampaknya tidak sia-sia. Di kediaman Sanon ditemukan senjata, amunisi, peralatan militer, dan topi DEA, serta beberapa sasaran tembak.
Moise dan penerusnya dianggap bakal membawa Haiti menjauh dari AS. Washington tidak menginginkan ada negara di Karibia yang secara terbuka menentangnya.
Eks Tentara Kolombia Didikan Pentagon
Perkembangan sebelumnya menunjukkan, Departemen Pertahanan AS mengakui para tersangka pembunuh Presiden Haiti yang ditangkap, pernah menerima pelatihan militer di AS.
Mereka saat itu berstatus tentara Kolombia yang menjalin kerjasama pelatihan militer dengan Pentagon.
Perkembangan terkini, Presiden AS Joe Biden belum memutuskan pengiriman pasukan Marinir ke Haiti, seperti diminta pemerintah de facto setempat.
"Tidak ada dalam agenda saat ini," kata Biden Jumat (16/7/2021) pagi WIB. Meski demikian, AS telah mengirim pejabat senior FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri ke negara Karibia itu.
Mereka ditugaskan membantu polisi setempat menyelidiki pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise beberapa waktu lalu.
Terkait para tersangka warga Kolombia yang ditangkap, Pentagon membenarkan beberapa mantan tentara yang terlibat pernah menerima pelatihan dari militer AS.
“Tinjauan database pelatihan kami menunjukkan sejumlah kecil individu Kolombia yang ditahan sebagai bagian dari penyelidikan ini telah berpartisipasi dalam program pelatihan dan pendidikan militer AS di masa lalu,” kata juru bicara Pentagon, Letkol Ken Hoffman.
Hoffman menambahkan pelatihan militer asing AS dimaksudkan untuk mempromosikan penghormatan HAM, kepatuhan aturan hukum, militer yang tunduk pada kepemimpinan sipil yang dipilih secara demokratis.
Komplotan Pembunuh Bayaran
Kepala Polisi Nasional Haiti (PNH) Leon Charles mengatakan pasukannya menangkap 18 orang Kolombia yang diyakini sebagai bagian dari 28 orang anggota komando yang menyerbu rumah Moise pada pagi 7 Juli.
Mereka membunuh Moise dan melukai istrinya, Martine. Menurut otoritas militer Kolombia, 17 dari mereka adalah mantan tentara Kolombia.
Mereka meninggalkan dinas antara 2018 dan 2020. Dia belum mengomentari tiga orang yang kemudian ditangkap.
Dua orang Amerika juga ditangkap, satu di antaranya adalah mantan penjaga keamanan di kedutaan Kanada di Port-au-Prince.
Seorang lagi mantan informan Badan Penegakan Narkoba AS (DEA), kepolisian federal yang juga bekerja sama dengan Otoritas Kolombia sebagai bagian dari perang AS terhadap narkoba.
Sejak pembunuhan Moise, penjabat Perdana Menteri Claude Joseph telah diakui oleh AS dan PBB sebagai pemimpin de facto negara tersebut.
Moise berada di hari-hari akhir kekuasannya. Penggantinya telah ditunjuk Moise sehari sebelum Moise terbunuh.
Joseph mengumumkan keadaan darurat dan meminta dukungan AS dan PBB, termasuk pengerahan pasukan untuk mempertahankan infrastruktur utama dari geng-geng bersenjata.
Sementara AS telah setuju untuk mengirim beberapa bantuan penegak hukum senior dan memberikan bantuan tunai dana $ 5 juta.
AS telah bekerja erat dengan militer dan polisi Kolombia sejak awal abad ke-20, mulai dari menghancurkan pemogokan pekerja United Fruit pada 1920-an dan 1930-an.
AS juga mendukung perjuangan Kolombia melawan pemberontakan komunis selama Perang Dingin dan menindak perdagangan narkoba sejak 1970-an.
Kolombia Duri bagi Venezuela
Baru-baru ini, Kolombia telah menjadi duri besar di sisi Venezuela, berfungsi sebagai basis untuk menyusup ke negara itu.
Komandan militer Kolombia Jenderal Luis Fernando Navarro mengatakan kepada wartawan pekan lalu perekrutan tentara Kolombia sebagai tentara bayaran masalah yang sudah ada sejak lama.
Navarro menegaskan, tidak ada undang-undang yang melarangnya. Ia menunjuk saat ini ada sejumlah besar tentara Kolombia dipekerjakan di Dubai, Uni Emirat Arab.
Kepala Angkatan Darat Kolombia, Jenderal Eduardo Zapateiro, mengatakan kepada Reuters tentara Kolombia sering direkrut sebagai tentara bayaran setelah dinas wajib mereka selesai.
Mereka disukai atas dasar pengalaman dan ketrampilan mereka. “Sayang sekali karena kami melatih mereka untuk hal-hal lain,” tambahnya.
Namun, pelatihan itu juga disalahkan atas kekerasan polisi yang mematikan yang digunakan terhadap pengunjuk rasa di jalan-jalan Kolombia awal tahun ini.
Sebanyak 42 orang telah tewas dan ratusan lainnya terluka. Sean McFate, seorang peneliti senior di lembaga think tank Dewan Atlantik, menjelaskan fenomena tentara bayaran itu.
Meniru kontraktor keamanan AS Blackwater, kini bermunculan organisasi yang merekrut orang-orang yang satu-satunya keterampilan yang dapat dipasarkan adalah kemampuan perang mereka.
"Mereka tentara bayaran dalam segala hal," kata McFate.
Seperti yang dilaporkan Sputnik, pasukan yang dilatih AS sering terlibat operasi-operasi yang kurang bereputasi.
Contohnya, pasukan Afrika yang dilatih Komando Afrika AS, yang bertanggung jawab atas serangkaian kudeta di seluruh benua sejak AFRICOM dibentuk pada 2008.
Peran CTU Security, Kontraktor Keamanan Miami
Pihak berwenang Haiti dan Kolombia telah mengidentifikasi lima perusahaan keamanan yang terkait dengan kematian Moise. Satu di antaranya CTU Security, yang berbasis di Miami, Florida.
Kepala Polisi Nasional Kolombia Jenderal Jorge Luis Vargas mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu, CTU telah membelikan 19 anggotanya tiket komando ke Haiti sebelum operasi.
Menurut Ketua Majelis Nasional Venezuela Jorge Rodriguez, CTU juga telah terlibat dalam beberapa plot terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Di antaranya upaya pembunuhan 2018 dengan drone yang meledak, dan Operasi Gideon, upaya 2020 untuk menculik dan mengekstradisi Maduro untuk diadili di AS atas tuduhan perdagangan narkoba.
Silvercorp USA, kontraktor keamanan swasta lainnya, adalah kekuatan utama di balik operasi terakhir yang bisa digagalkan itu.
Perusahaan itu telah dikontrak untuk pekerjaan kotor itu oleh Juan Guaido, tokoh oposisi yang memproklamirkan diri sebagai Presiden Venezuela.(Tribunnews.com/Southfront/Sputniknews/ThePost/Reuters/xna)