TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - China kembali dihebohkan dengan kemunculan sebuah virus bernama Monkey B. Seorang dokter hewan di China meninggal dunia usai terinfeksi virus tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh otoritas kesehatan China pada Sabtu lalu. Kasus ini merupakan kasus virus di China pada manusia pertama yang terdokumentasikan.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama menyebut virus Monkey B tersebut bukanlah 'barang baru'. Virus tersebut pernah muncul di tahun 1930-an.
Baca juga: Beijing Dukung Petisi Usut Lab Fort Detrick AS dan Asal Muasal Virus Corona
"(Monkey B) 1930-an sudah ada. Bukan 'barang baru'," kata Tjandra saat berbincang dengan Tribun, Rabu(21/7/2021).
Meski bukan 'barang baru' kata Prof. Tjandra bukan berarti virus Monkey B tidak bisa menjadi pandemi layaknya Covid-19. Kemungkinan menjadi pandemi bisa saja terjadi.
"Tapi bukan berarti tidak bisa menjadi pandemi," kata Tjandra.
Baca juga: Umumkan Terpapar Virus Corona, Arie Kriting: Akhirnya di Endorse Covid
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) ini kemudian menjelaskan prasyarat sebuah virus bisa menjadi pandemi seperti SARS Cov-2 atau Covid-19.
Pertama-tama kata dia virus tersebut adalah 'barang baru'. Ia mencontohkan adanya virus H1N1 pada tahun 2009 yang sempat menjadi pandemi di dunia, kemudian ada SARS Cov-2 atau Covid-19 yang sekarang sedang dialami.
Kata Prof. Tjandra walau H1N1 adalah jenis influenza biasa tetapi adanya mutasi,struktur virus kemudian dikategorikan sebagai 'barang baru' dan jadi pandemi.
Lalu lanjut Prof. Tjandra mengatakan berdasarkan aturan International Health Regulations atau IHR tahun 2005 prasyarat terjadinya pandemi jika ada kejadian luar biasa atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Baca juga: Penjelasan Ahli Tentang Mutasi Virus Corona, Termasuk Cara Mencegah Penularannya
Kejadian luar biasa atau PHEIC yang dimaksud adalah saat ada penyakit yang sudah menular antarnegara atau dua negara. Antar region anggota WHO. Setelah adanya PHEIC negara asal kemunculan virus wajib lapor 1x24 jam kepada WHO lalu akan dinilai lagi dan kemudian diputuskan menjadi pandemi dan dibentuk Emergency Committee.
"Misal ada virus di China, China itu berdasarkan region WHO adalah Asia Pacific Region, lalu di Indonesia juga ada. Indonesia adalah South East Region berdasar WHO. Atau virus sudah sampai di Eropa, yang masuk Europe Region, maka itu sudah jadi pandemi," kata Prof. Tjandra.
Ketika ditanya apa perbedaan dari virus yang pernah ada tetapi 'bukan barang baru' dengan virus baru yang kemudian berpotensi menjadi pandemi di seluruh dunia, Mantan Dirjen P2P dan Kabalitbangkes Kementerian Kesehatan RI ini menjelaskan dengan analogi merk kendaraan bermotor.
"Jadi kalau ada merk mobil A tipenya B matic, lalu ada lagi merk mobil A tapi tipenya hybrid atau listrik. Jadi analogi virus baru seperti itu. Jadi dari merk yang sama kemudian muncul tipe-tipenya dan ini yang disebut 'barang baru'," kata dia.
Direktur Pasca Sarjana Universitas Yarsi ini juga sempat menceritakan pembagian region atau wilayah negara-negara keanggotaan WHO.
Menurutnya ada keunikan tersendiri dalam pembagian region atau wilayah negara-negara keanggotaan WHO.
WHO kata dia memiliki kesepakatan sendiri dengan negara-negara anggota dan berbeda dengan letak geografis negara-negara yang bersangkutan.
"Jadi Indonesia itu kan masuk region South East, tapi Singapura masuk region Asia Pasifik padahal geografis sama dengan Indonesia. India, Bangladesh masuk South East region, makanya saya waktu itu berkantor di New Delhi. Jadi WHO sudah ada kesepakatan dengan negara-negara anggota. Negara-negara anggota juga saya mau masuknya region ini, negara B mau masuknya region itu," ujar Tjandra.(Willy Widianto)