TRIBUNNEWS.COM - Korea Selatan tengah mengembangkan artileri dan sistem pertahanan roket jarak pendek yang meniru Iron Dome Israel.
Pemerintah Korea Selatan bulan lalu mengatakan bahwa mereka berencana untuk menghabiskan sekitar 2,5 miliar dolar Amerika untuk penelitian dan pengembangan serta menyebarkan sistem baru pada 2035.
Sejak Perang Korea 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai, (Korea) Utara dan Selatan membangun pasukan dan persenjataan di sepanjang zona demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan kedua negara.
Melansir Al Jazeera, Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik, dan sistem pertahanan Korea Selatan yang tengah diupayakan, diprediksi tidak akan mampu bertahan melawan senjata-senjata itu.
Baca juga: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Jepang Lemah Dalam Tindakan Kontra-terorisme
Baca juga: Korea Utara Lakukan Reshuffle Pejabat, Analis: Ingin Fokus Urus Ekonomi, Bukan Program Nuklir
Korea Utara diperkirakan memiliki 10.000 artileri, termasuk peluncur roket, yang digali di utara DMZ, kurang dari 100 kilometer dari wilayah Seoul dan 25 juta penduduknya, setengah dari populasi Korea Selatan.
Sistem baru Korea Selatan bertujuan untuk mempertahankan Ibu Kota Korea Selatan, fasilitas intinya, serta infrastruktur militer dan keamanan utama dari potensi pemboman Korea Utara, menggunakan rudal pencegat.
Tetapi sistem pencegat artileri Korea Selatan harus jauh lebih hebat daripada sistem Israel.
"Iron Dome menanggapi roket yang ditembakkan oleh kelompok militan, seperti Hamas dan pasukan tidak teratur secara sporadis," kata Kolonel Suh Yong-won, juru bicara Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) pada Juni kemarin.
"Beberapa bagian dari sistem akan memiliki kesamaan, tetapi apa yang akan kami bangun dirancang untuk mencegat artileri jarak jauh oleh Korea Utara, yang membutuhkan tingkat teknologi yang lebih tinggi mengingat situasi keamanan saat ini."
Itu sebabnya, katanya, sistem Korea Selatan diperkirakan lebih mahal daripada sistem Israel.
Pakar militer juga mencatat bahwa Israel perlu menembak jatuh jauh lebih sedikit proyektil daripada yang mungkin harus dilakukan Korea Selatan. Hamas menembakkan sekitar 4.300 roket selama 10 hari dalam konflik Gaza terbaru.
Tetapi menggunakan penargetan yang lebih maju, meriam besar dan peluncur roket, Korea Utara pada awalnya dapat menembakkan sekitar 16.000 peluru per jam, menurut laporan baru-baru ini oleh surat kabar Hankyoreh.
"Ini adalah usaha yang sangat menantang," kata Ankit Panda, rekan senior Stanton di Program Kebijakan Nuklir di Carnegie Endowment for International Peace.
Baca juga: Reaktor Nuklir di Jepang Beroperasi Melebihi 40 Tahun
Tidak ada pilihan