TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Seorang pejabat CIA yang terlibat dalam pencarian Osama bin Laden ditunjuk untuk memimpin satuan tugas yang menyelidiki kasus penyakit yang dikenal sebagai "Sindrom Havana" di antara mata-mata dan diplomat AS.
Sebuah sumber pemerintah Rabu (21/7) mengatakan Rabu (21/7) bahwa Direktur CIA William Burns menunjuk mata-mata karir yang menyamar dalam pencarian hingga terbunuhnya pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, oleh pasukan AS di Pakistan pada 2011.
Suratkabar The Wall Street Journal disebutkan pertama kali melaporkan penunjukan itu.
Puluhan diplomat AS dan pejabat lainnya, termasuk petugas CIA, menderita "Sindrom Havana", dinamakan demikian karena pertama kali dilaporkan oleh pejabat yang ditugaskan di Kedutaan AS di Kuba.
Wall Street Journal mengatakan bahwa panel yang diselenggarakan oleh National Academy of Sciences, Engineering and Medicine melaporkan Desember lalu bahwa beberapa jenis sinar "energi terarah" diduga kuat sebagai penyebab penyakit, dengan gejala=gejala pusing, sakit kepala, dan mual.
Baca juga: Aktivis dan Jurnalis Jadi Target Serangan Spyware Israel, Kominfo Lakukan Antisipasi Proteksi Siber
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken Juni lalu mengatakan bahwa tinjauan menyeluruh pemerintah sedang dilakukan mengenai siapa atau apa yang menyebabkan dugaan serangan frekuensi radio "yang diarahkan" kepada para diplomat.
Kemenlu AS Sabtu pekan lalu menyebutkan, Austria dilaporkan bekerja dengan pihak berwenang AS untuk menyelidiki serentetan kasus dugaan di antara diplomat AS di Wina.
Sejak Presiden AS Joe Biden menjabat pada Januari, sekitar dua lusin perwira intelijen, diplomat, dan pejabat lainnya di Wina telah melaporkan gejala yang mirip dengan sindrom Havana.
Ini menjadikan Wina sebagai hot spot terbesar kedua setelah Havana, seperti dilaporkan majalah New Yorker Jumat lalu.
Badan Keamanan Nasional (NSA) mengeluarkan sebuah memo pada tahun 2014 kepada seorang perwira intelijen, bahwa perwira itu menderita gejala yang mungkin terjadi bahwa negara lawan yang tidak disebutkan namanya, tempat pejabat itu bepergian pada akhir 1990-an, memiliki "senjata sistem gelombang mikro bertenaga tinggi yang mungkin memiliki kemampuan untuk melemahkan, mengintimidasi atau membunuh musuh dari waktu ke waktu dan tanpa meninggalkan bukti".
Memo itu, seperti disebutkan Reuters, mengatakan intelijen mengindikasikan bahwa senjata semacam itu "dirancang untuk memenuhi tempat tinggal target dalam gelombang mikro, menyebabkan banyak efek fisik, termasuk sistem saraf yang rusak".
Baca juga: Jepang Kecam Serangan Siber Berbagai Kelompok yang Didukung Pemerintah China
Sindrom Havana
Dikutip dari Wall Street Journal, Sindrom Havana adalah serangkaian gejala medis yang tidak dapat dijelaskan yang pertama kali dialami oleh personel Departemen Luar Negeri AS yang ditempatkan di Kuba mulai akhir 2016.
Pada saat itu, para diplomat tersebut telah dikirim ke Kuba sebagai bagian dari pemulihan hubungan antara kedua negara yang dimulai di bawah Presiden Barack Obama, setelah puluhan tahun putus hubungan diplomatik antara kedua negara. Munculnya penyakit di tanah Kuba ini membuat hubungan menjadi tegang.