Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Seorang dukun di Rusia menjadi berita utama di seluruh dunia setelah membuat rencana untuk berjalan menjelajah seluruh wilayah Rusia demi 'mengusir' Presiden Vladimir Putin, telah dipaksa masuk ke fasilitas medis setelah muncul kekhawatiran tentang kesehatan mentalnya.
Pengadilan di Yakutsk, Rusia, pada awal tahun ini menyatakan Alexander Gabyshev memiliki gangguan jiwa, setelah diduga menikam seorang anggota Layanan Perlindungan Federal Rusia dengan senjata rakitan.
Saat ini, tanpa batas waktu, ia akan dikirim ke lembaga khusus, di mana dirinya akan berada di bawah pengawasan ketat.
Dikutip dari Russia Today, Senin (26/7/2021), Gabyshev berasal dari Yakutia, sebuah daerah di Siberia yang terkenal dengan musim dinginnya dengan suhu yang menusuk tulang.
Berprofesi sebagai dukun, ia telah memberikan pelayanan di daerah itu selama berabad-abad dan memainkan peran sebagai penyembuh atau mistikus dalam lingkungan masyarakat.
Baca juga: AS Lakukan Serangan Udara Lawan Taliban dan Janji Dukung Pasukan Afganistan
Pada 2019, ia menjadi terkenal setelah mengumumkan rencana bahwa dirinya akan berjalan kaki dari daerah asalnya ke Moskwa, yakni sekitar 7.500 kilometer, untuk melakukan ritual 'mengusir' Putin.
Baca juga: Wakil Menlu China Bertemu Wakil Menlu AS: Amerika Serikat Setop Menjelek-jelekkan China
Hal itu karena Putin dianggap sebagai seorang 'setan'. Sejak saat itu, ia telah melakukan beberapa upaya setiap kali dihentikan oleh penegak hukum.
Rencana awalnya adalah menyalakan api unggun di Lapangan Merah, lalu ia akan mengisinya dengan kumis, produk susu fermentasi dan bulu kuda.
Baca juga: Jutaan Orang Berjuang Hadapi Gelombang Panas Ekstrem di AS dan Kanada
"Setelah membaca doa perdukunan, Putin kemudian akan secara tenang mengundurkan diri," kata Gabyshev.
Sebelumnya pada awal tahun ini, Gabyshev kembali mengumumkan bahwa ia akan melakukan perjalanan yang sama, namun kali ini dengan menunggang kuda.
Menurut pengacaranya, Alexey Pryanishnikov, dukun itu dianiaya dan akan dimasukkan ke dalam fasilitas yang sama dengan mereka yang telah melakukan kejahatan berat, seperti pembunuh dan pemerkosa.
Ia juga mencatat bahwa pekerja di institusi ini memberikan peningkatan dosis neuroleptik yang dibuat untuk membatasi kemampuan motorik.