TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin pemerintah militer atau junta Myanmar Min Aung Hlaing kembali menjanjikan pemilihan umum (Pemilu) multi-partai baru.
Pernyataan itu ia sampaikan pada Minggu (1/8/2021), yaitu tepat enam bulan setelah pihaknya menggulingkan pemerintahan terpilih, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Berbicara dalam pidato yang disiarkan televisi, Min Aung Hlaing berjanji bahwa pemerintahannya siap bekerjasama dengan utusan khusus yang ditunjuk oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Ia juga mengatakan keadaan darurat akan dicabut pada Agustus 2023.
"Kami akan menyelesaikan ketentuan keadaan darurat pada Agustus 2023," kata Min Aung Hlaing sebagaimana dilansir Channel News Asia.
Baca juga: Setengah Penduduk Myanmar Terancam Terinfeksi Covid-19 dalam Dua Minggu ke Depan
"Saya berjanji untuk mengadakan pemilihan multipartai tanpa gagal," sambungnya.
Pengumuman jenderal itu akan menempatkan Myanmar dalam cengkeraman militer selama hampir dua setengah tahun, jauh lebih lama dari waktu awal, yaitu satu tahun, yang diumumkan junta beberapa hari setelah kudeta.
"Myanmar siap menggarap kerja sama ASEAN dalam kerangka ASEAN termasuk dialog dengan Utusan Khusus ASEAN di Myanmar," kata Min Aung Hlaing.
Militer merebut kekuasaan dari NLD yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Kudeta itu terjadi setelah NLD memenangkan pemilihan yang menurut militer tercemar oleh penipuan.
Baca juga: Inggris: Setengah Penduduk Myanmar Dapat Terinfeksi Covid-19 Dalam Dua Minggu Ke Depan
Kudeta yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing tersebut kemudian menimbulkan aksi demonstrasi di seluruh wilayah Myanmar selama hampir setiap hari.
Adapun pada Minggu (1/8/2021), kelompok-kelompok kecil demonstran berbaris di jalanan.
Para demonstran di kota utara Kale memegang spanduk bertuliskan "kekuatan untuk revolusi" sementara demonstran melepaskan suar pada pawai di ibukota komersial Yangon.
Puluhan ribu pegawai negeri dan pekerja lainnya telah dipecat karena bergabung dalam demonstrasi.