TRIBUNNEWS.COM - Selandia Baru berencana untuk mengizinkan masuk bebas karantina bagi pelancong yang sudah divaksinasi dari negara-negara berisiko rendah mulai awal 2022.
Rencana itu menyusul pembukaan pembatasan di Selandia Baru setelah hampir 18 bulan memberlakukan isolasi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Kontrol perbatasan yang ketat dan keunggulan geografisnya membantu Selandia Baru membasmi Covid-19 jauh lebih cepat daripada hampir semua negara lainnya.
Meski demikian membuat negara kepulauan Pasifik berpenduduk 5 juta itu hampir seluruhnya terputus dari bagian dunia lainnya.
Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan pada hari Kamis (12/8/2021) bahwa negara itu masih belum siap untuk membuka sepenuhnya, tetapi akan dibuka secara bertahap mulai awal tahun depan.
Baca juga: RI Dorong Selandia Baru Jembatani Kerjasama ASEAN dengan Negara-negara Pasifik
"Kami belum dalam posisi untuk membuka kembali sepenuhnya," kata pemimpin berusia 41 tahun itu dalam pidato yang menguraikan rencana untuk menghubungkan kembali Selandia Baru dengan dunia, sebagaimana dilansir CNA.
"Saat bergerak kita akan hati-hati, karena kita ingin bergerak dengan keyakinan dan kepastian yang sebesar-besarnya,” ujarnya.
Ardern mengatakan pemerintah akan membuka perjalanan bebas karantina untuk pelancong yang divaksinasi dari negara-negara berisiko rendah mulai kuartal pertama tahun depan.
Mereka yang bepergian dari negara-negara berisiko sedang akan melakukan isolasi diri atau tinggal beberapa waktu di hotel karantina.
Mereka yang berasal dari negara berisiko tinggi atau tidak divaksinasi masih harus menghabiskan 14 hari di karantina.
Baca juga: WHO Uji Coba Tiga Obat Ini untuk Kurangi Risiko Kematian pada Pasien Covid-19, Indonesia Ikut Andil
Beberapa pelancong yang divaksinasi akan dapat berpartisipasi dalam uji coba mulai Oktober hingga Desember tahun ini, di mana mereka dapat bepergian dan mengisolasi diri di rumah.
Ardern telah memenangkan pujian global karena menahan transmisi lokal Covid-19 melalui strategi eliminasi yang ketat.
Negara ini hanya mencatat 2.500 kasus dan 26 kematian.
Tetapi tekanan telah meningkat untuk membuka kembali perbatasan ketika bisnis swasta dan sektor publik bergulat dengan kekurangan pekerja dan pendapatan yang berkurang.