TRIBUNNEWS.COM - Pasukan keamanan Afghanistan yang telah dibiayai dan dilatih selama bertahun-tahun oleh militer AS runtuh oleh Taliban.
Dilansir APNews, AS menggelontorkan dana sekitar USD 83 miliar, khusus untuk membiayai pasukan di Asia Selatan ini selama 20 tahun pendudukan militernya.
Namun pada akhirnya, penerima manfaat utama dari Amerika adalah Taliban.
Sejak merebut ibu kota Kabul pada Minggu (15/8/2021), kelompok militan ini telah mengamankan pasokan AS mulai dari senjata, amunisi, helikopter, dan banyak lainnya.
Taliban merebut berbagai peralatan militer modern ketika menyerbu pasukan keamanan Afghanistan di pusat-pusat distrik.
Baca juga: Penasihat Gedung Putih: Alutsista AS yang Jatuh ke Tangan Taliban Cukup Banyak
Baca juga: Indonesia Tidak Akan Tutup KBRI Kabul, Taliban Dinilai Sudah Moderat
Seorang pejabat pertahanan AS pada Senin (16/8/2021), mengonfirmasi akumulasi biaya untuk persenjaataan yang direbut Taliban.
Kegagalan AS menghasilkan tentara dan polisi Afghanistan yang mumpuni serta alasan keruntuhan mereka, akan dipelajari selama bertahun-tahun oleh para analis militer.
Menurut ulasan APNews, runtuhnya pasukan Afghanistan tidak berbeda dengan yang terjadi di Irak.
Meski telah dilengkapi senjata canggih, sebagian besar pasukan tidak memiliki motivasi untuk bertempur.
"Uang tidak bisa membeli kemauan. Anda tidak dapat membeli kepemimpinan," kata John Kirby, kepala juru bicara Menteri Pertahanan Lloyd Austin pada Senin.
Pensiunan Letnan Jenderal Angkatan Darat AS, Doug Lute, menilai ada kekurangan internal di pasukan Afghanistan.
"Prinsip perang tetap – faktor moral mendominasi faktor material," katanya.
"Moral, disiplin, kepemimpinan, kekompakan unit lebih menentukan daripada jumlah pasukan dan peralatan."
"Sebagai orang luar di Afghanistan, kami dapat menyediakan materi, tetapi hanya orang Afghanistan yang dapat memberikan faktor moral yang tidak berwujud," kata mantan tentara yang menjadi pengarah strategi Perang Afghanistan di masa pemerintahan George W Bush dan Barack Obama ini.