Paska selamat dari maut yang mengintainya, ia masih tetap konsisten menyuarakan hak anak-anak dan perempuan di seluruh dunia.
Bersama sang ayah, Ziauddin, gadis lulusan Universitas Oxford itu mendirikan Malala Fund.
Melalui organisasi nirlaba itu, Malala ingin semua gadis di seluruh dunia mendapatkan akses pendidikan tanpa rasa takut sedikitpun.
Pada 2014 lalu, Malala didapuk Nobel Perdamaian sekaligus menjadi orang Pakistan pertama, dan yang termuda sepanjang sejarah penganugerahan Nobel.
Baca juga: Indonesia Tidak Akan Tutup KBRI Kabul, Taliban Dinilai Sudah Moderat
Atas perjuangannya yang lantang menyuarakan hak anak dan perempuan, Malala bersama aktivis India, Kailash Satyarthi, bersama-sama diganjar penghargaan Nobel Perdamaian.
Kemudian, bagaimana pandangan Malala terhadap kekuasaan Taliban saat ini?
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, pada Selasa (17/8/2021) kemarin, Malala Yousafzai menuliskan keresahannya terhadap kekuasaan Taliban di Afghanistan.
Ia mengaku ikut prihatin terhadap hak-hak perempuan di Afghanistan yang ikut terancam akibat kekuasaan Taliban.
"Saya takut untuk saudara perempuan Afghanistan saya. Kita akan punya waktu untuk memperdebatkan apa yang salah dalam perang di Afghanistan, tetapi di saat kritis ini kita harus mendengarkan suara-suara perempuan dan anak perempuan Afghanistan."
"Mereka meminta perlindungan, pendidikan, kebebasan dan masa depan yang telah dijanjikan," ujar Malala, dalam artikelnya yang diterbitkan di The New York Times.
"Kita tidak bisa terus mengecewakan mereka. Kita tidak punya waktu luang," tambahnya.
Dari kejadian pada 2015 silam, Malala mengaku bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup hingga saat ini.
Baca juga: SOSOK Zabihullah Mujahid Jubir Taliban yang Akhirnya Muncul, Selama Ini Hanya Bersuara via Telepon
Untuk itu, ia tidak bisa membayangkan nasib perempuan Afghanistan yang hidupnya terbatas akibat kekejaman Taliban.
"Saya bersyukur atas hidup saya sekarang. Setelah lulus dari perguruan tinggi tahun lalu dan mulai mengejar karir sendiri."