TRIBUNNEWS.COM - Dokumen PBB melaporkan bahwa Taliban akan mencari warga Afghanistan yang bekerja untuk pasukan NATO atau pemerintahan sebelumnya.
Dilaporkan, kelompok ini mencari sasaran secara 'door to door' atau dari pintu ke pintu untuk menemukan target dan mengancam anggota keluarga mereka.
Peringatan ini berdasarkan laporan rahasia oleh konsultan penilaian ancaman PBB (RHIPTO).
"Ada sejumlah besar individu yang saat ini menjadi sasaran Taliban dan ancamannya sangat jelas," kata Christian Nellemann, pemimpin tim di balik laporan tersebut kepada BBC.
"Tertulis bahwa, kecuali mereka menyerahkan diri, Taliban akan menangkap dan menuntut, menginterogasi dan menghukum anggota keluarga atas nama orang-orang itu," tambahnya.
Baca juga: Facebook dan Twitter Amankan Akun Warga Afghanistan dari Taliban
Baca juga: Penyanyi Pop Afghanistan Berhasil Melarikan Diri dari Taliban, Naik Pesawat Militer AS Bersama Suami
Nellemann memperingatkan bahwa siapapun yang tercatat dalam daftar hitam Taliban berada dalam bahaya besar.
Bahkan dia juga menyatakan kemungkinan terjadi eksekusi massal.
Koki Meminta Perlindungan dari Inggris
Seorang pria Afghanistan yang bekerja sebagai koki di Kedutaan Inggris selama 7 tahun meminta perlindungan dari pemerintah Inggris.
Dilansir The Guardian, koki bernama Ahmad ini bahkan meminta PM Inggris Boris Johnson agar mengevakuasi dirinya dan keluarganya dari Taliban.
"Saya benar-benar takut, takut. Sudah empat hari kami tidak keluar rumah. Setiap suara di pintu membuat kami takut akan nyawa kami," kata Ahmad.
Pria ini tinggal di dekat bandara, namun takut keluar bersama istri dan tiga anaknya.
"Mereka (Taliban) tidak akan pernah memaafkan kami karena bekerja dengan pemerintah asing. Sebagai mantan pegawai kedutaan Inggris selama tujuh tahun, saya ingin Boris Johnson merasakan tekanan yang kami rasakan karena kami bekerja untuk pemerintah asing," tambahnya.
Menurut Ahmad, istrinya mengatakan tidak akan mengizinkan dirinya bekerja untuk asing jika ternyata hal tersebut membahayakan bagi keluarganya.
Ahmad mengatakan bahwa putrinya yang masih berusia 11 tahun menangis terus menerus.
Dia mendengar ada beberapa kali suara tembakan dari bandara hingga tidak bisa tidur selama 4 hari.
Awalnya dia melarikan diri ke wilayah Takhar, tempat orang tuanya tinggal, tetapi ternyata Taliban datang mencarinya.
"Semua orang tahu saya bekerja untuk orang asing. Mereka sudah datang mencari saya di rumah ayah saya. Mereka datang tapi saya sudah pergi," katanya.
Menurut ayah tiga anak ini, Taliban menanggap semua jenis pekerjaan yang berkaitan dengan pihak asing adalah musuh.
Ahmad dikontrak G4S untuk bekerja sebagai koki di Kedutaan Inggris antara 2007 dan 2014 sebelum ia beralih ke perusahaan keamanan untuk Amerika.
Menurut laporan Guardian, lebih dari 100 penjaga di Kedutaan Inggris di Kabul dipecat pada Sabtu dan dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk mendapat perlindungan dari pemerintah Inggris karena bekerja melalui kontrak outsourcing.
Janji-Janji Taliban
Taliban kembali merebut Afghanistan sejak Minggu (15/8/2021).
Militan ini secara cepat menguasai kota-kota penting dan banyak wilayah Afghanistan setelah AS menarik pasukan asing.
Dalam konferensi pers pertama pada Selasa (17/8/2021) pasca menduduki Kabul, Taliban menjelaskan sejumlah janjinya.
Mereka menyatakan damai dan menjanjikan hak-hak perempuan sesuai 'kerangka hukum Islam'.
Taliban dilaporkan tidak memaksa wanita mengenakan burka, namun digantikan dengan kewajiban berjilbab.
Baca juga: Anggota Timnas Sepak Bola Afghanistan Tewas Terjatuh dari Pesawat saat Taliban Duduki Kabul
Baca juga: Siapa yang Bakal Memerintah Afghanistan setelah Taliban Mengambil Alih?
Mereka juga mengaku tidak ingin ada musuh internal maupun eksternal.
Amnesti akan diberikan kepada warga yang pernah menjadi Pasukan Keamanan Afghanistan dan yang dulunya bekerja dengan pihak asing.
Kelompok ini juga berkomitmen melindungi hak-hak pers.
Taliban juga mengaku tidak berencana melakukan serangan balasan terhadap pihak yang bertugas di pemerintahan sebelumnya, pasukan asing, atau militer Afghanistan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)