News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik di Afghanistan

Taliban Peringatkan AS soal Tenggat Waktu Penarikan Pasukan dan Evakuasi: Akan Ada Konsekuensi

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pejuang Taliban duduk di atas kendaraan di sebuah jalan di provinsi Laghman, Afghanistan. pada 15 Agustus 2021. (STR/AFP)

TRIBUNNEWS.COM - Batas waktu penarikan pasukan dari Afghanistan tinggal menghitung hari dan proses evakuasi hampir kehabisan waktu.

Taliban telah bertemu dengan Sky News di Doha, Qatar, untuk membahas apa yang akan terjadi selanjutnya.

Melalui juru bicaranya, Suhail Shaheen, Taliban memberi peringatan keras mengenai penarikan pasukan asing.

"Ini adalah garis merah. Presiden Biden mengumumkan pada 31 Agustus akan menarik semua pasukan militer mereka."

"Jadi jika mereka memperpanjangnya, itu berarti mereka memperluas pendudukan, sementara hal tersebut tidak perlu dilakukan," katanya, Senin (23/8/2021).

Pemimpin gerakan dan perunding Taliban Abdul Latif Mansoor (kanan), Shahabuddin Delawar (tengah) dan Suhail Shaheen (kiri) berjalan untuk menghadiri konferensi pers di Moskow pada 9 Juli 2021. (Dimitar DILKOFF / AFP)

Baca juga: Sosok Hashmat Ghani, Adik Ashraf Ghani yang Minta Warga Afghanistan Terima Taliban

Baca juga: Taliban Berjanji akan Memaafkan Ashraf Ghani jika Kembali ke Afghanistan, Klaim Telah Menang Besar

Ia menambahkan, "Jika Amerika Serikat (AS) atau Inggris memperpanjang proses evakuasi - jawabannya tidak. Atau akan ada konsekuensinya."

"Ini akan menciptakan ketidakpercayaan di antara kita. Jika mereka berniat melanjutkan pendudukan, itu akan memicu reaksi."

Sementara itu, sekretaris pers Departemen Pertahanan AS, John Kirby, membeberkan, "Kami telah melihat pernyataan juru bicara Taliban tentang peringatan mereka soal 31 Agustus (tenggat waktu), saya pikir kita semua memahaminya."

"Tujuannya adalah untuk mengeluarkan sebanyak mungkin orang, secepat mungkin, dan sementara kami senang melihat data yang didapat kemarin, kami tidak akan berpuas diri."

"Fokusnya adalah mencoba melakukannya sebaik mungkin pada akhir bulan dan seperti yang dikatakan Menteri Pertahan, jika perlu - untuk melakukan percakapan dengan Panglima Tertinggi - tentang tenggat waktu, ia akan melakukannya. Tapi, tidak untuk saat ini," tuturnya.

Pernyataan tersebut disampaikan Kirby setelah Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, secara pribadi memohon pada Joe Biden agar memperpanjang tenggat waktu penarikan pasukan militer untuk memungkinkan lebih banyak orang dievakuasi dari pemerintahan teror Taliban.

Juru bicara perdana menteri, mengungkapkan pihaknya telah melihat peringatan Taliban.

Namun, katanya, pihaknya tak memiliki komunikasi langsung untuk hal tersebut.

"Proses evakuasi akan terus kami lakukan selama situasi keamanan memungkinkan," ujarnya.

Tetapi, Kirby mengisyaratkan evakuasi dapat berlanjut setelah AS pergi.

Baca juga: Sosok Mariam Ghani, Putri Ashraf Ghani yang Kini Nikmati Hidupnya sebagai Seniman di Brooklyn

Baca juga: SOSOK Mullah Abdul Ghani Baradar, Pemimpin Taliban yang Pulang Kampung setelah 20 Tahun Pengasingan

"Penting untuk diingat, kami bukan satu-satunya pihak yang menerbangkan pengungsi."

"Jadi bisa dibayangkan, bahwa tanpa militer AS (di Afghanistan), orang-orang masih bisa keluar dari Kabul," ujarnya.

Terkait tenggat waktu yang disinggung Taliban, penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, mengatakan keputusan tersebut hanya bisa diambil Biden.

"Pada akhirnya, itu akan menjadi keputusan Presiden tentang bagaimana kelanjutannya; bukan orang lain," kata Sullivan dalam sebuah konferensi pers, Senin, dilansir AlJazeera.

Ia menegaskan bahwa AS "terlibat" dan "berkonsultasi" dengan Taliban pada "setiap aspek dari apa yang terjadi di Kabul saat ini".

Taliban Sebut Pemerintah Inklusif akan Dibentuk

Akhirnya Pemimpin Militer Taliban yang Paling Dicari Amerika Muncul, Nyawanya Dihargai Rp 72 Miliar. Pemimpin militer Taliban Khalil Rahman Haqqani menjadi imam Sholat Jumat dikelilingi pengawalnya (AFP)

Pemimpin senior, Khalil Rahman Haqqani, mengatakan Taliban ingin semua negara Muslim berdamai satu sama lain.

Ia menyarankan negara-negara di seluruh dunia untuk memberikan hak kepada warganya.

Mengutip Geo News, Haqqani juga menyebut pemerintah inklusif akan dibentuk di Afghanistan.

"Orang-orang terpelajar yang berkemampuan tinggi akan membentuk pemerintahan di Afghanistan," ia bersumpah, Minggu (22/8/2021).

Baca juga: SOSOK Zabihullah Mujahid Jubir Taliban yang Akhirnya Muncul, Selama Ini Hanya Bersuara via Telepon

Baca juga: Nasib Pengungsi Afghanistan setelah Melarikan Diri dari Taliban, ke Mana Mereka akan Cari Suaka?

"Orang-orang yang menyatukan massa akan dimasukkan dalam pemerintahan baru."

Menjanjikan pemerintahan yang akan mewakili semua kelompok di Afghanistan, Haqqani mengatakan orang-orang dari semua aliran berjanji setia pada Taliban.

Hal senada soal pemerintahan inklusif juga telah diungkapkan adik Ashraf Ghani, Hashmat Ghani, sebelumnya.

Kepada AlJazeera, ia mengatakan telah menerima pengambilalihan kekuasaan negara oleh Taliban.

Adik Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Hashmat Ghani. (Facebook Hashmat Ghani)

Namun, ia menyerukan pembentukan pemerintahan inklusif.

Ghani menuturkan, mengakui tatanan baru di Kabul adalah kebutuhan "bagi rakyat Afghanistan".

Terutama, penarikan pasukan asing yang terakhir akan segera dilakukan.

Ia menekankan perlunya pemerintah inklusif yang akan mencakup para ahli di bidangnya, perempuan, dan kaum muda.

Hal itu, ujarnya, akan menjadi cara untuk meredakan ketegangan.

Selama beberapa hari terakhir, Ghani telah bertemu para pemimpin Taliban.

Baca juga: Wakil Presiden Afghanistan Sebut Taliban, ISIS dan Al-Qaeda Tidak Ada Bedanya

Baca juga: Pemimpin Negara G7 Sepakat Satu Suara untuk Respon Taliban

Ia mengatakan dirinya setuju mengakui transisi kekuasaan sebagai sinyal untuk tokoh politik dan budaya yang berpengaruh, serta pengusaha.

Ghani juga menyebut, jika para pengusaha mencoba melarikan diri dari Afghanistan, akan "menghancurkan" ekonomi negara dan masa depan secara keseluruhan.

Baca artikel terkait konflik di Afghanistan

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini