TRIBUNNEWS.COM - Tiga pekan sebelum pemerintahan Afghanistan jatuh ke tangan Taliban, Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden sempat menghubungi Ashraf Ghani.
Pada 23 Juli 2021, Biden dan Ghani terlibat dalam percakapan via telepon selama sekitar 14 menit.
Dikutip dari Reuters, keduanya membahas bantuan militer, strategi politik, dan taktik tanpa menyadari atau bersiap menghadapi Taliban.
Biden menawarkan bantuan pada Ghani jika bersedia memproyeksikan bagaimana rencananya mengendalikan situasi di Afghanistan, secara terbuka.
"Kami akan terus memberikan bantuan (via) udara jarak dekat, jika kami tahu apa rencananya," kata Biden kala itu.
Baca juga: Prediksi Kabinet Taliban, Ada Mantan Tahanan Guantanamo, Tampaknya akan Diumumkan dalam Waktu Dekat
Baca juga: Taliban Izinkan Wanita Afghanistan Melanjutkan Pendidikan, tapi Larang Keras Kelas Campuran
Tak hanya itu, Biden juga menyarankan agar Ghani mencari dukungan dari orang-orang berpengaruh di Afghanistan untuk mempersiapkan strategi militer.
Ia menyarankan agar Ghani memberdayakan Menteri Pertahanan, Jenderal Bismillah Khan Mohammadi, bertanggung jawab atas strategi militer itu.
"Saya meminta Anda mempertimbangkan untuk menyatukan semua orang, mulai dari mantan Wakil Presiden Abdul Rashid Dortum hingga mantan Presiden Hamid Karzai."
"Jika mereka memberikan dukungan strategi Anda dan menempatkan prajurit yang bertanggung jawab, Anda bisa menunjuk Menteri Pertahanan Bismillah Khan bertanggung jawab atas pelaksanaan strategi," beber Biden, dilansir Reuters.
Dalam kesempatan itu, Biden juga memastikan pihaknya akan terus memberikan dukungan via udara.
Juga berjuang keras secara diplomatis dan politik untuk memastikan pemerintahan Ghani bertahan dan berkelanjutan, demi kepentingan rakyat Afghanistan.
Menjawab tawaran Biden, Ghani membeberkan hal yang paling dibutuhkan Afghanistan memang kekuatan udara.
"Yang penting adalah dukungan via udara yang dekat. Yang kami butuhkan saat ini adalah kekuatan udara, dan kami telah memprioritaskan jika (mendapat bantuan), akan dimaksimalkan di bagian depan," ujarnya.
Ghani juga mengungkapkan, saat itu pihaknya telah berdiskusi dengan Kepala Dewan Tinggi Pemerintah untuk Rekonsiliasi Nasional, Abdullah Abdullah, yang pergi bernegosiasi dengan Taliban.
Ia pun menjamin pihaknya bisa berdamai dengan Taliban jika situasi militer dapat diseimbangkan.
Baca juga: Taliban Salahkan Ashraf Ghani yang Tinggalkan Afghanistan, Dianggap Jadi Penyebab Kekacauan Negara
Baca juga: Sosok Jenderal Tentara Afghanistan Sami Sadat, Sebut Trump, Biden, dan Ashraf Ghani Pengkhianat
"Saya baru saja berbicara lagi dengan Abdullah sebelumnya, ia pergi untuk bernegosiasi dengan Taliban, Taliban tidak menunjukkan kecenderungan."
"Kita bisa mencapai perdamaian hanya jika kita menyeimbangkan kembali situasi militer. Saya bisa meyakinkan Anda," tandas Ghani.
Namun, percakapan tersebut tak berujung jadi kenyataan.
Pasalnya, Taliban berhasil memasuki ibu kota Kabul dan mengambilalih pemerintahan, Minggu (15/8/2021).
Sementara itu, Ashraf Ghani pergi meninggalkan Afghanistan tanpa sempat mentransfer kekuasaan.
Pembentukan Pemerintah Baru sedang Dalam Tahap Akhir
Pemimpin senior Taliban, Anas Haqqani, mengatakan pihaknya sedang dalam tahap akhir membentuk pemerintahan baru Afghanistan.
"Pemerintah (baru) akan terbentuk dalam beberapa hari ke depan," ujarnya pada AlJazeera, sesaat sebelum pesawat militer AS terakhir berangkat dari bandara Kabul, Senin (30/8/2021).
Namun, Haqqani menyebut masih terlalu dini untuk mengatakan siapa saja yang akan menjadi bagian dari kabinet baru.
"Kami sudah mencapai sekitar 90 hingga 95 persen dan akan diumumkan hasil akhirnya dalam beberapa hari ke depan," katanya.
Baca juga: Sosok Zarifa Ghafari, Sempat Pasrah Dibunuh Taliban, Kini Wali Kota Wanita Afghanistan Ini di Jerman
Baca juga: BIN Akui Menyusup Masuk Ke Taliban, Cegah Perang Melebar ke Indonesia
Sebelumnya, pemimpin senior Taliban lainnya mengatakan Rahbari Syura pada prinsipnya telah memutuskan akan mengumumkan kabinet setelah AS dan negara Barat lainnya menyelesaikan penarikan mereka.
"Amirul Mukminin (sebutan untuk pemimpin tertinggi Hibatullah Akhundzada) berpendapat jika pemerintahan diumumkan di hadapan pasukan Amerika, akan menimbulkan banyak pertanyaan," kata pemimpin senior Taliban, Sabtu (28/8/2021), dilansir VOA.
Pada Senin tengah malam, pesawat AS terakhir pergi meninggalkan Afghanistan.
Hal ini berarti Taliban tampaknya akan mengumumkan kabinet mereka dalam waktu dekat.
Rahbari Syura diketahui melontarkan gagasan bahwa pengumuman kabinet harus dilakukan Akhundzada sendiri lewat pidato yang disiarkan secara nasional.
"Jika Amirul Mukminin tak ingin tampil di depan umum, dia bisa mencalonkan orang kepercayaan dan pemimpin senior untuk mengumumkannya," ujar pemimpin senior itu lagi.
Rahbari Syura juga berpandangan bahwa kabinet harus diumumkan pada minggu pertama September dan nama pemerintahan baru Taliban harus Imarah Islam Afghanistan.
Namun, keputusan itu memerlukan persetujuan Akhundzada.
Taliban Izinkan Wanita Afghanistan Melanjutkan Pendidikan
Taliban akan mengizinkan wanita Afghanistan untuk menempuh studi di perguruan tinggi.
Baca juga: Taliban Kepung Pejuang Perlawanan Afghanistan di Panjshir, Ajak Rundingkan Perdamaian
Baca juga: Taliban Parade Memamerkan Perangkat Militer AS yang Disita, Termasuk Helikopter Black Hawk
Namun, pihaknya melarang keras kelas campuran.
Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Abdul Haqi Haqqani, Minggu (29/8/2021).
Taliban sendiri sebelumnya sudah berjanji akan memerintah dengan sistem berbeda dibandingkan 1990-an silam, di mana anak perempuan dan wanita dewasa dilarang mengenyam pendidikan.
"Orang-orang Afghanistan akan melanjutkan pendidikan tinggi mereka berdasarkan hukum Syariah secara aman, tanpa berada di lingkungan campuran pria dan wanita," katanya pada pertemuan dengan para tetua, dikutip dari AFP.
Ia mengatakan Taliban ingin "menciptakan kurikulum yang masuk akal dan Islami yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, nasional dan sejarah kami, serta disisi lain mampu bersaing dengan negara lain."
Anak perempuan dan laki-laki juga akan dipisahkan di sekolah dasar dan menengah.
Tak hanya itu, Haqqani mengungkapkan Taliban melarang pria untuk mengajar siswa perempuan.
"Laki-laki tidak akan diizinkan untuk mengajar anak perempuan," ujarnya, dilansir India Today.
Haqqani diketahui mengkritik sistem pendidikan saat ini, dengan mengatakan sistem di Afghanistan gagal mematuhi prinsip-prinsip Islam.
"Setiap hal yang bertentangan dengan Islam dalam sistem pendidikan akan dihapus," tegasnya.
Baca artikel terkait konflk di Afghanistan
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)