TRIBUNNEWS.COM - Seorang pasien Covid-19 di Sydney, Australia di Rumah Sakit Westmead menderita muntah dan diare karena overdosis Ivermectin dan obat lain.
Dilansir The Guardian, pasien itu mendapatkan obat-obatan dari pembelian secara online.
Ahli Toksikologi Rumah Sakit Westmead, Naren Gunja menyebut kasus ini merupakan bagian dari tren menggunakan obat-obatan yang disebut manjur untuk atasi Covid-19.
Namun sebenarnya, obat-obatan ini belum terbukti efektif untuk penyakit yang disebabkan virus corona itu.
Menurut Gunja, para pasien biasanya memperoleh obat-obatan ini secara online.
Baca juga: Buntut Tudingan Ivermectin, Moeldoko Laporkan ICW ke Polisi
Baca juga: FDA AS Keluarkan Peringatan Penggunaan Ivermectin untuk Covid-19: Kalian Bukan Kuda, Bukan Sapi
Gunja mengatakan, meskipun pasien Covid-19 tidak keracunan parah karena mengonsumsi Ivermectin, tapi obat itu juga tidak menyembuhkan.
"Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan Ivermectin untuk mengobati Covid-19."
"Jangan mencari obat ajaib secara online, dan jangan mengandalkan apa yang dijajakan di internet, karena tidak ada satupun yang manjur," katanya.
Hal serupa diungkapkan kepala petugas kesehatan New South Wales, Dr Kerry Chant.
Pada Kamis lalu, dia mengatakan bahwa masyarakat harus mendapat rekomendasi dari praktisi kesehatan sebelum membeli obat.
"Penting untuk mencari nasihat kesehatan terbaik. Dokter kami di Australia memiliki banyak literatur dalam hal obat dan terapi apa yang berguna dalam Covid," katanya.
"Tolong dengarkan mereka," tambah Chant.
Ivermectin hanya digunakan di Australia untuk masalah medis seperti river blindness, kudis, dan infeksi cacing gelang.
Adapun tren penggunaan Ivermectin untuk obat Covid-19 bermula dari promosi politisi sayap kanan dan media Amerika Serikat.
Hal ini kemudian diserap sejumlah warga di Australia.
Therapeutic Goods Administration Australia mengatakan, terjadi peningkatan permintaan impor Ivermectin hingga sepuluh kali lipat.
Pharmaceutical Society of Australia mengatakan pada Rabu bahwa anggotanya melihat peningkatan orang yang menggunakan Ivermectin dan menolak mengatakan untuk apa itu.
Orang-orang dalam kelompok anti-vaksinasi dilaporkan berbagi informasi tentang dokter yang akan memberikan resep Ivermectin, cara mendapatkan obat dari toko internasional, dan cara mendapatkan Ivermectin versi lainnya.
Peningkatan jumlah panggilan ke hotline informasi racun AS mendorong Food and Drug Administration memberi tahu masyarakat agar tidak menggunakan obat tersebut.
"Kalian bukan kuda," kata FDA dalam cuitannya.
"Kalian bukan sapi. Serius, kalian semua. Hentikan."
FDA memperingatkan ada sejumlah efek samping penggunaan Ivermectin.
Di antaranya yakni ruam kulit, mual, muntah, diare, sakit perut, pembengkakan wajah atau anggota badan, efek samping neurologis, penurunan tekanan darah secara tiba-tiba, ruam kulit, dan cedera hati (hepatitis).
"Kelainan tes laboratorium termasuk penurunan jumlah sel darah putih dan peningkatan tes hati. Setiap penggunaan Ivermectin untuk pencegahan atau pengobatan Covid-19 harus dihindari," jelas FDA.
Pihak berwenang Australia, termasuk universitas yang pertama kali menguji coba Ivermectin untuk Covid-19, menekankan bahwa obat tersebut tidak boleh digunakan untuk mengobati Covid-19 di luar uji klinis.
Masyarakat juga diimbau untuk tidak mencoba mengobati dirinya sendiri dengan Ivermectin.
Baca juga: POPULER Internasional: Wanita Afghanistan Melahirkan di Pesawat | FDA Peringatkan soal Ivermectin
Baca juga: Soal Ivermectin, DPR Dorong Industri Farmasi Nasional
Baru-baru ini, anggota parlemen Craig Kelly menyerukan agar Ivermectin dipertimbangkan sebagai pengobatan untuk Covid-19 di Australia.
Ahli Toksikologi, Gunja mengatakan RS Westmead banyak menerima orang-orang datang ke rumah sakit setelah mengobati dirinya sendiri dengan berbagai zat berbahaya.
Beberapa di antaranya menggunakan hydroxychloroquine, desinfektan, pemutih, dan alkohol.
Dia mengatakan vaksinasi adalah cara terbaik dan teraman untuk melindungi diri dari penyakit parah akibat Covid-19.
Berita lain terkait Virus Corona
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)