TRIBUNNEWS.COM - Gulafroz Ebtekar, seorang perwira polisi wanita Afghanistan, sedang dalam pelariannya setelah mengaku diserang secara brutal oleh Taliban.
Kepada surat kabar Rusia Moskovsky Komsomolets, Ebtekar mengatakan dirinya tengah berjuang untuk hidup setelah dipukul oleh kelompok garis keras tersebut.
Ia mengungkapkan dirinya menghabiskan waktu berhari-hari untuk menunggu di bandara Kabul agar bisa pergi, tapi upayanya gagal.
"Saya menghabiskan lima malam di gerbang bandara Kabul tanpa air ataupun roti, di tengah hujan peluru dan dikelilingi Taliban," katanya, dikutip dari New York Post.
"Saya menyaksikan kematian anak-anak dan wanita," imbuhnya.
Baca juga: Sosok Hibatullah Akhundzada, Pemimpin Taliban yang Jadi Otoritas Tertinggi Afghanistan
Baca juga: Taliban Izinkan Wanita Afghanistan Melanjutkan Pendidikan, tapi Larang Keras Kelas Campuran
Lebih lanjut, Ebtekar mengaku telah mengirim pesan ke sejumlah kedutaan banyak negara.
Ia meminta tolong agar ada pihak yang bersedia menyelamatkan dirinya dan keluarga.
Namun, kata Ebtekar, semua upayanya sia-sia.
Di tengah upayanya melarikan diri, ia berharap pasukan Amerika Serikat (AS) yang ditemuinya selama kekacauan di Kabul, akan membantunya terbang ke luar negeri bersama sang kekasih dan kerabatnya.
"Kami tiba di kamp pengungsi tempat tentara Amerika ditempatkan."
"Saat tentara Amerika sudah dekat, saya (bisa) menghela napas, saya pikir akhirnya kami aman," ungkapnya.
"Saya menjelaskan bahwa tidak aman bagi kami untuk tetap berada di Kabil. Mereka memeriksa dokumen kami."
"Saya membawa kartu identitas, paspor, dan sertifikat polisi," imbuhnya.
Saat ditanya ke mana ia akan pergi, Ebtekar memastikan dirinya tak masalah ke negara manapun, selama wilayah itu aman dan dirinya bisa bertahan hidup.