Namun, Ebtekar mengungkapkan dirinya justru mendapat perlakuan tak menyenangkan dari para pasukan AS.
Baca juga: Taliban Salahkan Ashraf Ghani yang Tinggalkan Afghanistan, Dianggap Jadi Penyebab Kekacauan Negara
Baca juga: Jenderal Afghanistan Sebut Trump, Biden, dan Ashraf Ghani Pengkhianat, Ini Sosoknya
Ia mengklaim dikawal ke jalanan yang ramai sembari ditodong senjata agar pergi.
"Pada saat itu, saya tidak ingin hidup lagi," ujarnya.
"Saya menyadari bahwa tidak ada rasa kemanusiaan yang tersisa pada manusia, tetapi tidak aman untuk tetap tinggal di Afghanistan," katanya.
Ebtekar, yang sempat mengenyam pendidikan di akademi kepolisian di Rusia, nyatanya tak mendapat bantuan dari negara tersebut.
Kedutaan Moskow menolak membantunya, yang tak ingin mengecewakan Taliban, dengan dalih Ebtekar tak punya paspor atau tempat tinggal Rusia.
Ebtekar kemudian kembali pulang, saat sang ibu mengatakan Taliban datang mencarinya.
Jadi, ia pindah dari apartemen ke apartemen yang digunakannya untuk mencoba menghindari para militan.
Saat Ebtekar mencoba menuju bandara lagi, ujarnya, ia justru dipukuli penjaga Taliban.
"Mereka mengata-ngataiku sambil memukulku. Saat saya dipukul lagi, saya tidak bisa bangun, saya tidak bisa berbuat apa-apa."
"Mereka memukuli saya dengan tinju, sepatu bot, senjata, bahkan batu," tandasnya.
Baca juga: Sosok Hashmat Ghani, Adik Presiden Ashraf Ghani yang Minta Warga Afghanistan Terima Taliban
Baca juga: Sosok Mariam Ghani, Putri Ashraf Ghani yang Kini Nikmati Hidupnya sebagai Seniman di Brooklyn
Profil Singkat Gulafroz Ebtekar
Mengutip Daily Mirror, Gulafroz Ebtekar, yang diperkirakan berusia 34 tahun, adalah perwira polisi wanita top Afghanistan.
Kariernya di Afghanistan melesat, setelah ditetapkan sebagai wakil kepala investigasi kriminal di negara itu.