Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Media Jepang menyebut evakuasi warga Jepang di Afghanistan terlambat dilakukan, bahkan ada pula yang mengatakan gagal. Para politisi pun mulai berkomentar.
"Apakah mungkin untuk mengatakan bahwa pengiriman pesawat SDF berhasil? Saya pikir terlalu terlambat mengavakuasi warga Jepang dari Afghanistan, bahkan misi dilakukan dengan menyelamatkan hanya satu orang Jepang," ungkap seorang politisi partai oposisi Jepang.
Kantor berita Jiji menuliskan kegagalan tersbeut.
"Bertujuan untuk menyelamatkan penduduk Jepang serta staf Afghanistan yang bekerja di kedutaan Jepang dan kantor lapangan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA), tetapi terpaksa menyerah karena situasi yang memburuk."
"Keterlambatan tanggapan awal dan kurangnya prospek, yang memakan waktu delapan hari sejak jatuhnya ibu kota Kabul hingga pesanan pengiriman, disebut-sebut sebagai faktor kegagalan (penyelamatan)," tulis Jiji, Kamis (2/9/2021).
Sankei Shimbun, Kamis (2/9/2021) juga menuliskan kegagalan tersebut.
"Sebuah pertemuan bersama Subkomite Pertahanan Partai Demokrat Liberal dan lainnya membahas pengiriman pesawat SDF ke Afghanistan pada tanggal 2 September," tulisnya.
"Mengenai kegagalan untuk menyelamatkan sekitar 500 anggota staf lokal kedutaan Jepang, anggota parlemen menunjukkan keterlambatan pengiriman, dan ada juga panggilan untuk peninjauan sistem dan operasi hukum saat ini."
"Sementara itu, Kementerian Luar Negeri telah mengumumkan bahwa pejabat lokal telah menginstruksikan kedutaan besar Jepang di negara tetangga untuk bekerja pada perlindungan jika mereka mengungsi melalui darat."
Politisi Partai Demokrat Liberal seusai rapat juga mengungkapkan hal tsenada, Kamis (2/9/2021).
"Setelah evakuasi staf kedutaan Jepang pada 17 Agustus, Kementerian Luar Negeri berupaya mengangkut staf lokal dengan pesawat militer dari negara lain. Pada tanggal 20 Agustus, kami mempercepat pertimbangan transportasi dengan pesawat SDF."
"Jika kami mempertimbangkan untuk mengirim pesawat SDF sebagai opsi sejak awal, kami bisa melakukannya lebih awal. Ada ruang untuk tindakan persiapan bahkan jika kami melewatkannya ketika Kabul jatuh tanggal 15 Agustus 2021," papar Taku Otsuka, ketua subkomite Pertahanan.
Beberapa sumber Tribunnews.com mengungkapkan adanya kemungkinan pihak Kementerian Luar Negeri terlambat mengambil keputusan untuk penyelamatan warga Jepang di Afghanistan.
Padahal staf lokal kedutaan Jepang di Afghanistan telah jauh hari memperingatkan kemungkinan besar Kabul segera jatuh ke tangan Taliban sehingga perlu pengungsian segera.
Taliban menguasai Kabul pada tanggal 15 Agustus 2021.
Dua hari kemudian, 12 staf kedutaan Jepang melarikan diri dari Afghanistan dengan pesawat Inggris.
"Situasi krisis seharusnya diketahui," tulis Kyoto Shimbun, Kamis (2/9/2021) menyalahkan pemerintah Jepang.
Namun demikian, barulah pada tanggal 20 Agustus Kementerian Luar Negeri meminta Kementerian Pertahanan untuk mengirimkan Pasukan Bela Diri untuk mengevakuasi sisa 500 orang.
Perintah pengiriman dikeluarkan pesawat pengungsian SDF pada tanggal 23 Agustus.
"Tampaknya ada keraguan untuk mengirim karena tidak yakin apakah itu bisa diangkut dengan aman. Reaksi pihak Kantor PM Jepang juga tampak lamban," tambah Kyoto Shimbun.
Menjelang tenggat waktu penarikan mundur militer AS yang ditetapkan akhir bulan lalu, pelaksanaan evakuasi oleh Pasukan Bela Diri direncanakan pada tanggal 26 Agustus.
Namun, pada hari tersebut, bom bunuh diri terjadi di dekat bandara.
Pejabat kedubes Jepang setempat yang diberangkatkan dari Kota Kabul dengan bus tidak dapat mencapai bandara, dan rencana itu berakhir dengan meleset.
"Jika keputusan untuk mengirim beberapa hari lebih awal, evakuasi mungkin berhasil. Juga telah ditunjukkan bahwa permulaan kegiatan lebih lambat daripada di negara lain yang juga berpenduduk," tambah Kyoto Shimbun.
Kementerian Luar Negeri memindahkan kantor sementara kedutaan di Afghanistan ke Doha, Qatar, Timur Tengah, tempat Taliban bermarkas, dan akan bernegosiasi dengan Taliban bekerja sama dengan Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Baca juga: Sosok Gulafroz, Petinggi Polisi Wanita Afghanistan yang Kini Diburu Taliban, Dianggap Berbahaya
"Pemerintah menginginkan evakuasi warga yang bersangkutan selesai setelah mempertimbangkan dengan matang faktor-faktor yang membuat pengiriman Pasukan Bela Diri ini tidak berhasil," tambah Kyoto Shimbun.
Keterlambatan pengungsian warga Jepang juga karena kurangnya "jaminan keamanan" lokal yang disyaratkan oleh Undang-Undang Pasukan Bela Diri menjadi rintangan untuk pertimbangan pengiriman.
Otsuka, Ketua Sub Komite Pertahanan, menunjukkan perlunya merevisi Undang-Undang Pasukan Bela Diri sehingga Pasukan Bela Diri dapat beroperasi bahkan dalam keadaan anarki sekalipun.
"Ketika Kabul jatuh, ada ruang untuk diri sendiri. Pertahanan Pasukan untuk bergerak maju dan mengambil tindakan bisa lebih cepat segera dilakukan diharapkan nantinya setelah revisi UU Pasuan Bela Diri dilakukan," ujarnya, Kamis (2/9/2021).
Sementara itu beasiswa (ke Jepang) dan upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.