News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik di Afghanistan

Mayoritas Warga Hidup Andalkan 1 Dolar AS Per Hari, Afghanistan Butuh Dana Untuk Hindari Kehancuran

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gerakan perlawanan Afghanistan dan pasukan pemberontakan anti-Taliban mengambil bagian dalam pelatihan militer di daerah Malimah di distrik Dara di provinsi Panjshir pada 2 September 2021 saat lembah itu tetap menjadi tempat persembunyian besar terakhir pasukan anti-Taliban. Ahmad SAHEL ARMAN / AFP

TRIBUNNEWS.COM, KABUL - Perwakilan khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Afghanistan, Deborah Lyons pada Kamis kemarin meminta dunia untuk tetap mengalirkan uang ke Afghanistan untuk mencegah ekonomi negara itu semakin runtuh.

Meskipun ia tidak memungkiri banyak negara yang saat ini merasa khawatir terhadap pemerintahan Afghanistan sejak dikuasai kelompok militan Taliban.

Ia memperingatkan bahwa negara yang sudah miskin itu dapat mengalami kehancuran bersejarah, jika 'ditinggalkan' negara lainnya.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (10/9/2021), Lyons kemudian meminta dunia untuk setidaknya memberikan kesempatan kepada Taliban dalam memimpin negara yang tengah menghadapi penurunan ekonomi yang parah itu.

"Sebuah modus vivendi harus ditemukan secara cepat, ini akan memungkinkan uang mengalir ke Afghanistan untuk mencegah kehancuran total ekonomi dan tatanan sosialnya," kata Lyons, dalam pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB.

Dalam file foto yang diambil pada 26 Agustus 1999 ini terlihat Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif menerima Menteri Luar Negeri Afghanistan Mullah Mohammad Hassan Akhund (kanan) di Islamabad. Taliban mengumumkan Mullah Mohammad Hasan Akhund sebagai pemimpin pemerintahan baru mereka di Afghanistan pada 7 September 2021. (SAEED KHAN / AFP)

Jika tidak ada tindakan cepat, kata dia, hasilnya adalah kemerosotan ekonomi yang parah dan dapat membuat jutaan orang di negara itu jatuh dalam kemiskinan serta kelaparan.

Baca juga: Taushiyah MUI ke Taliban: Kedepankan Musyawarah dan Perdamaian

"Ini juga dapat menghasilkan gelombang besar pengungsi dari Afghanistan dan membuat negara itu mundur dari generasi ke generasi," tegas Lyons.

Terkait modus vivendi, ini merupakan kesepakatan yang terbentuk melalui persetujuan sementara antara kedua belah pihak yang tengah bersengketa, serta bisa dilakukan hingga munculnya persetujuan baru yang bersifat permanen.

Lyons kembali menyampaikan bahwa pemerintah baru Afghanistan saat ini tidak dapat membayar gaji dan menyuarakan kekhawatiran terkait badai krisis yang membayangi negara itu.

Termasuk jatuhnya mata uang, lonjakn tajam harga makanan dan bahan bakar, serta kurangnya uang tunai di bank swasta.

Sementara itu, pendonor asing yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) sebelumnya memang menyediakan lebih dari 75 persen pengeluaran publik selama 20 tahun pemerintahan Afghanistan yang didukung negara Barat.

Namun kini secara cepat telah menghentikan pembayaran karena pada pertengahan Agustus lalu, Afghanistan kosong pemerintahan pasca dikuasai Taliban, di tengah penarikan seluruh militer AS.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sebenarnya telah menyuarakan keterbukaan terkait bantuan kemanusiaan.

Perempuan Afghanistan ikut serta dalam pawai protes untuk hak-hak mereka di bawah pemerintahan Taliban di pusat kota Kabul pada 3 September 2021. AFP/HOSHANG HASHIMI (AFP/HOSHANG HASHIMI)

Namun ia menegaskan bahwa setiap jalur kehidupan ekonomi langsung, termasuk mencairkan sekitar 9,5 miliar dolar AS aset bank sentral Afghanistan, akan bergantung pada tindakan Taliban.

Baca juga: Proses Evakuasi WNI dari Afghanistan Rumit, Taliban Kawal dari KBRI Hingga Bandara Kabul

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini