News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Taliban Klaim Pernah Tawari Amerika Serikat Untuk Selidiki Serangan Teror 9/11

Editor: hasanah samhudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tragedi serangan teroris 11 September 2001.

TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Juru Bicara Kantor Politik Taliban Suhail Shaheen mengatakan pihaknya siap bekerja sama dalam penyelidikan serangan teror 9/11 ketika terjadi 20 tahun lalu.

Ia mengatakan, sangat ingat pihaknya mengutuk insiden itu.

Saat terjadi serangan 9/11, katanya, Abdul Salam Zareef adalah duta besar untuk Pakistan dan ia  adalah seorang ajudan.

“Kami mengadakan konferensi pers dan kami mengutuk insiden itu. Kami mengatakan kami akan bekerja sama untuk mengungkap yang sebenarnya siapa pelaku di balik serangan itu,” ujar kata Shaheen seperti dikutip Geo TV, Sabtu (11/9/2021).

Ia menambahkan, saat itu Taliban meminta Washington menyelesaikan masalah melalui dialog, bukan invasi.

Baca juga: Dokumen Rahasia 9/11 Dirilis FBI, Hubungan Teroris dan Arab Saudi yang Selama Ini Dicurigai Diungkap

Baca juga: Taliban Kibarkan Bendera di Istana Presiden saat Peringatan 20 Tahun Serangan 9/11

“Al Qaeda, kelompok teroris yang bertanggung jawab atas serangan itu, tidak memperingatkan Afghanistan tentang mereka. Oleh karena itu, Taliban, yang memerintah negara itu pada saat itu, ‘tertangkap basah’, kata Shaheen.

Pada pertengahan Agustus, ketika Taliban mengambil alih Kabul, Shaheen mengatakan gerakan itu tidak akan membiarkan al-Qaeda dan kelompok teroris lainnya beraksi di Afghanistan.

Pada 11 September 2001, anggota al-Qaeda menabrakkan dua pesawat komersial yang dibajak ke World Trade Center di New York.

Sementara pesawat lain menabrak bagian barat Pentagon dekat Washington DC.

Pesawat keempat yang dibajak jatuh di dekat kota Pittsburgh, Pennsylvania.

Baca juga: Mengenang 19 Tahun lalu, Peristiwa WTC 9/11 yang Menggemparkan Dunia

Baca juga: Afghanistan: Mengapa penarikan pasukan Barat memicu kekhawatiran kembalinya al-Qaeda?

Hampir 3.000 orang tewas dalam rangkaian serangan itu.

Serangan Drone

Sementara Amerika Serikat memeringati peristiwa serangan teror 9/11 tersebut, dilaporkan bahwa pasukan AS di Irak menjadi sasaran drone.

Kolonel Wayne Marotto, juru bicara Operation Inherent Resolve, mengatakan di Twitter Minggu (12/9/2021) pagi bahwa pasukan di Bandara Internasional Erbil diserang oleh dua Sistem Pesawat Tanpa Awak, atau UAS, sesaat sebelum tengah malam.

Marotto menulis bahwa serangan itu berhasil dicegat dengan system pencegahan perlindungan militer AS.

Baca juga: Iran Bantah Klaim Orang Nomor 2 Al-Qaeda Tewas di Teheran

Baca juga: Drone AS Ledakkan Mobil ISIS-K: Amerika Selidiki Kemungkinan Korban Warga Sipil

Satu drone jatuh di perimeter dalam dan satu lainnya jatuh di perimeter luar. Tidak ada cedera atau kerusakan properti yang dilaporkan.

"Setiap serangan terhadap Gol, KRI, dan Koalisi mengganggu otoritas institusi Irak, supremasi hukum, dan kedaulatan Nasional Irak," tulis Marotto. "Serangan ini membahayakan nyawa warga sipil dan pasukan mitra dari ISF, Peshmerga dan Koalisi,” katanya.

Perwakilan media asing Pemerintah Daerah Kurdistan Lawk Ghafuri juga mengkonfirmasi serangan itu.

"Pasukan keamanan sedang menyelidiki insiden itu dan info lebih lanjut akan datang dalam beberapa jam mendatang," kata Ghafuri.

Tidak ada kelompok yang segera mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

Baca juga: Australia Harus Tingkatkan Usaha Kontra Terorisme Dengan Indonesia Setelah Taliban Kuasai Afghanistan

Baca juga: Kantor Perwakilan PBB di Afghanistan Sebut Stafnya Kerap Diintimidasi oleh Taliban

Bandara Internasional Erbil juga menjadi sasaran serangan pesawat tak berawak pada bulan April, namun tidak mengakibatkan korban jiwa.

Sementara serangan roket di bandara itu pada Februari lalu telah menewaskan satu kontraktor non-Amerika dan delapan kontraktor lainnya.

Amerika Serikat juga melakukan serangan udara terhadap Irak setelah milisi membunuh seorang kontraktor AS di negara itu pada Desember 2019.

Pasukan AS akhirnya membunuh pemimpin Pasukan Quds Iran Jenderal Qassem Soleimani pada Januari 2020.

Setelah Presiden George W Bush saat itu mengumumkan perang melawan terror menyusul serangan terror 9/11, Amerika Serikat dan pasukan koalisi menginvasi Irak pada 19 Maret 2003.

Baca juga: Rusia Menguji Drone Bawah Laut yang Akan Mencari dan Mengusir Kapal Selam Musuh

Baca juga: Presiden AS Joe Biden: Misi Tempur AS di Irak Selesai Akhir Tahun Ini

Serangan ini didasarkan laporan intelijen bahwa negara dan pemimpinnya Saddam Hussein memiliki atau sedang bekerja untuk mengembangkan senjata pemusnah massal. (Tribunnews.com/Sputniknews/UPI/Hasanah Samhudi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini