TRIBUNNEWS.COM, AMSTERDAM - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Rabu (15/9/2021) menyetujui penyelidikan formal terhadap Presiden Filipina Rodrigo Duterte atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam kaitan perang melawan narkoba.
Dilansir dari The Straits Times, para hakim ICC (International Criminal Court) menyetujui permintaan jaksa pengadilan untuk memulai penyelidikan atas potensi pembunuhan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Apa yang disebut kampanye ‘perang melawan narkoba’ tidak dapat dilihat sebagai operasi penegakan hukum yang sah, melainkan lebih merupakan serangan sistematis terhadap warga sipil,” sebut hakim ICC.
Perintah penyelidikan ditandatangani Hakim Péter Kovács, Reine Adélaïde Sophie Alapini-Gansou dan María del Socorro Flores Liera.
Dilansir dari Al Jazeera, pengadilan menyatakan “elemen hukum tertentu dari kejahatan terhadap kemanusiaan telah dipenuhi dalam tindakan kekerasan yang menewaskan ribuan orang.”
Baca juga: Presiden Filipina Rodrigo Duterte Calonkan Diri sebagai Wakil Presiden pada Pilpres 2022
Baca juga: Presiden Filipina ‘Duterte’ Ancam Penjarakan Warga yang Tolak Vaksin Covid-19
Pengadilan mengatakan bahwa hakim mempertimbangkan bukti yang diajukan atas nama setidaknya 204 korban.
Hakim juga menemukan apa yang disebutkan sebagai “serangan meluas dan sistematis terhadap penduduk sipil terjadi sesuai atau sebagai kelanjutan dari kebijakan negara.”
Mantan Jaksa ICC Fatou Bensouda mengajukan permintaan penyelidikan ini sebelum dia pensiun pada Juni lalu.
“Aktor negara, terutama anggota pasukan keamanan Filipina, membunuh ribuan tersangka pengguna narkoba dan warga sipil lainnya selama operasi penegakan hukum,” katanya, seperti dilansir dari Al Jazeera.
Ketika rekomendasi Bensouda diumumkan Juni 2021, Duterte menyangkalnya dengan mengatakan tuduhan itu "omong kosong".
Baca juga: 3 Ancaman Presiden Filipina Duterte bagi Warga yang Menolak Divaksin: Penjara hingga Usir ke India
Baca juga: Pemred Rappler, Media yang Kritis Terhadap Duterte Terancam Enam Tahun Penjara
Sebelumnya, kelompok hak asasi manusia menuduh Duterte menghasut kekerasan mematikan.
Kelompok ini mengatakan polisi telah membunuh tersangka narkoba tak bersenjata dalam skala besar sebagai bagian dari kampanye.
Pihak kepolisian Filipina menyangkal hal ini, dan Duterte mengatakan polisi diperintahkan untuk membunuh hanya untuk membela diri.
Pemerintah di Manila tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan reaksi atas keputusan IIC pada Rabu (15/9/2021) malam.
Kelompok hak asasi Filipina Karapatan mengatakan tanggapan pengadilan itu menegaskan kembali pandangan para korban dan keluarga mereka.
Baca juga: Siap Perang di Laut Cina Selatan, Presiden Duterte : Bukan Soal Ikan Tapi Tentang Harta Karun
Baca juga: Presiden Duterte Ancam Tembak Mati Pelanggar Aturan Lockdown di Filipina
"Duterte dan pengikutnya harus bertanggung jawab atas kejahatan ini," katanya setelah keputusan ICC.
Dalam pidato Juli lalu, Duterte mengecam pengadilan. Ia mengatakan akan melanjutkan perjuangannya melawan narkoba.
"Saya tidak pernah menyangkal (itu), dan ICC dapat mecatatnya: Mereka yang menghancurkan negara saya, saya akan membunuh Anda," katanya.
Filipina telah keluar dari keanggotaan ICC. Namun Filipina menjadi anggota antara Juli 2016-Maret 2019, periode yang dicakup oleh penyelidikan nantinya.
Para hakim mengatakan kejahatan yang dituduhkan tampaknya terus berlanjut setelah tanggal tersebut, tetapi pengadilan akan membatasi penyelidikan yang dicurigai terjadi ketika Filipina menjadi anggota.
Baca juga: Cegah Penyebaran Virus Corona, Presiden Duterte Lockdown Rakyat Filipina
Baca juga: Sering Kritik Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Stasiun TV dan Radio Ini Diberedel Pemerintah
Duterte mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2016 dengan satu isu memerangi kejahatan di Filipina.
Selama kampanyenya dan kemudian sebagai presiden, dia berulang kali mendesak polisi untuk “membunuh” tersangka narkoba.
Setelah menjabat pada 30 Juni 2016, ia segera meluncurkan Gerakan yang digambarkan oleh para pemimpin Katolik negara itu sebagai pemerintahan teror.
Data terbaru pemerintah yang dirilis pada Juni menunjukkan bahwa hingga akhir April 2021, polisi dan pasukan keamanan lainnya telah menewaskan sedikitnya 6.117 tersangka pengedar narkoba selama operasinya.
Tetapi angka pemerintah yang dikutip oleh PBB pada Juni 2020 sudah menunjukkan setidaknya 8.600 kematian.
Baca juga: Tepis Rumor Kesehatan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte Muncul di Depan Umum, Sempat Absen 2 Pekan
Sebuah laporan polisi Filipina pada tahun 2017 juga menyebut 16.355 kasus pembunuhan yang sedang diselidiki sebagai pencapaian dalam perang narkoba. (Tribunnews.com/TST/Aljazeera/Hasanah Samhudi)