TRIBUNNEWS.COM, STUNG TRENG - Para peneliti mengumpulkan sampel dari kelelawar di Kamboja utara untuk memahami pandemi Covid-19.
Dilansir dari Channel News Asia, dua sampel dari kelelawar tapal kuda dikumpulkan pada tahun 2010 di Provinsi Stung Treng, dekat Laos dan disimpan dalam freezer di Institut Pasteur du Cambodge (IPC) di Phnom Penh.
Tes yang dilakukan pada mereka tahun lalu mengungkapkan kerabat dekat dengan virus corona yang telah menewaskan lebih dari 4,6 juta orang di seluruh dunia.
Tim peneliti IPC yang beranggotakan delapan orang telah mengumpulkan sampel dari kelelawar dan mencatat spesies, jenis kelamin, usia, dan detail lainnya selama seminggu.
Penelitian serupa sedang terjadi di Filipina.
Baca juga: Perusahaan Amerika yang Didanai AS Disebut Meneliti Virus Corona di Lab Wuhan Sejak 2014
Baca juga: Virus Mirip SARS Cov-2 Ditemukan Pada Kelelawar Inggris
“Kami berharap hasil dari penelitian ini dapat membantu dunia untuk memahami lebih baik tentang Covid-19,” kata koordinator lapangan Thavry Hoem kepada Reuters.
Spesies inang seperti kelelawar biasanya tidak menunjukkan gejala patogen, tetapi ini bisa sangat merusak jika ditularkan ke manusia atau hewan lain.
Dr Veasna Duong, Kepala Virologi di IPC, mengatakan bahwa lembaganya telah melakukan empat perjalanan seperti itu dalam dua tahun terakhir.
Ia berharap mendapatkan petunjuk tentang asal usul dan evolusi virus yang ditularkan oleh kelelawar.
"Kami ingin mencari tahu apakah virus itu masih ada dan untuk mengetahui bagaimana virus itu berevolusi," katanya kepada Reuters.
Baca juga: Penyelidik WHO: Pasien Awal Covid-19 Diduga Pekerja Laboratorium di Wuhan
Baca juga: Soal Asal-usul Virus Corona, China Tolak Rencana WHO Kembali Selidiki Teori Kebocoran Lab Wuhan
Ahli virologi Cina, Shi Zhengli, tahun lalu mencurigai kelelawar jenis tapal kuda sebagai inang dari virus corona Covid-19.
Dalam penelitiannya, Zhengli mengungkap adanya 'perlombaan' evolusi antara protein yang ada di virus corona dan di sel kelelawar jenis itu. Evolusi itu yang melahirkan beragam genetik si virus.
Virus mematikan yang berasal dari kelelawar antara lain Ebola dan virus corona lainnya seperti Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) dan Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS).
Namun Veasna Duong mengatakan manusia bertanggung jawab atas kehancuran yang disebabkan oleh Covid-19, karena gangguan dan perusakan habitat alami.
"Kalau kita coba dekat-dekat dengan satwa liar, kemungkinan virus dibawa oleh satwa liar lebih besar dari biasanya. Kemungkinan virus bertransformasi hingga menginfeksi manusia juga lebih besar," katanya.
Baca juga: Lab Wuhan Dilaporkan Memiliki Kandang Ternak Kelelawar untuk Percobaan Virus, Dibuat sebelum Pandemi
Baca juga: Peneliti Temukan Virus Serupa Covid-19 pada Kelelawar, Bukti Corona Tak Bocor dari Laboratorium
Julia Guillebaud, peneliti rekayasa di unit virologi IPC, mengatakan proyek yang didanai Prancis juga bertujuan untuk melihat bagaimana perdagangan satwa liar dapat berperan.
“(Proyek) bertujuan memberikan pengetahuan baru tentang rantai perdagangan daging liar di Kamboja, mendokumentasikan keragaman betacoronavirus yang beredar melalui rantai ini, dan mengembangkan sistem deteksi dini yang fleksibel dan terintegrasi dari peristiwa penyebaran virus," kata Gillebaud.
Presiden AS Joe Biden mendapatkan laporan yang belum bisa memastikan asal-usul Covid-19.
Sebelumnya, Biden memberi waktu 90 hari kepada intelijen AS untuk memastikan apakah virus Corona berasal dari kelelawar atau bocor dari laboratorium.
Setelah mendapat laporan itu akhir Agustus lalu, Biden mengatakan China tetap menahan informasi penting tentang asal-usul Covid-19.
Baca juga: Badan Intelijen AS Dilaporkan Meretas Server Cloud Terkait Sampel Virus Laboratorium Wuhan
Baca juga: Ilmuwan China Bantah Teori Covid-19 Berasal dari Kebocoran Institut Virologi Wuhan
"Informasi penting tentang asal mula pandemi ini ada di Republik Rakyat China (RRC), namun sejak awal, pejabat pemerintah di China telah bekerja untuk mencegah penyelidik internasional dan anggota komunitas kesehatan masyarakat global mengaksesnya," kata Biden.
"Sampai hari ini, RRC terus menolak seruan untuk transparansi dan menahan informasi, bahkan ketika jumlah korban pandemi ini terus meningkat,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Beijing telah menolak seruan dari Amerika Serikat dan negara-negara lain untuk penyelidikan baru tentang asal-usul Covid-19, setelah kunjungan Januari lalu.
Dalam sebuah pernyataan Jumat lalu, Kedutaan Besar China di Washington mengecam temuan komunitas intelijen AS, membela penanganan pandemi dan penyelidikan WHO.
"Laporan oleh komunitas intelijen AS menunjukkan bahwa AS bertekad untuk mengambil jalan manipulasi politik yang salah," kata kedutaan dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Intelijen AS: Staf Lab Wuhan Dirawat di RS dengan Gejala Mirip Covid-19 Sebelum Wabah Dikonfirmasi
"Laporan oleh komunitas intelijen didasarkan pada praduga bersalah di pihak China, dan itu hanya untuk mengkambinghitamkan China,” sebutnya. (Tribunnews.com/CNA/Hasanah Samhudi)