TRIBUNNEWS.COM - Militer Sudan menyatakan telah berhasil menggagalkan upaya serangan pasukan Ethiopia di kawasan perbatasan antara kedua negara.
Militer Sudan mengatakan, pasukan Ethiopia dipaksa mundur dari daerah Umm Barakit.
Namun, tidak ada keterangan lebih lanjut.
Mengutip dari Aljazeera, Kepala militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, mengatakan insiden itu terjadi pada hari Sabtu (25/9/2021).
Baca juga: Profil Thomas Deng - Korban Perang Saudara Sudan yang Kini jadi Kapten Australia di Olimpiade 2021
Baca juga: Italia: Tidak Mungkin Mengakui Pemerintah Taliban, tetapi Warga Afghanistan Harus Dibantu
Dalam insiden, dapat dilihat bagaimana militer melindungi negara setelah upaya kudeta di Khartoum pekan lalu.
Ketegangan di sepanjang perbatasan antara Sudan dan Ethiopia telah meningkat sejak pecahnya konflik di wilayah Tigray utara Ethiopia tahun lalu.
Ketegangan yang terjadi tahun lalu menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi ke Sudan Timur.
Ketegangan terfokus pada area lahan pertanian subur yang dikenal sebagai al-Fashqa, di mana perbatasan itu disengketakan.
Penutupan Jalan dan Pelabuhan
Para pengunjuk rasa dari Suku Beja di Sudan Timur telah menutup pelabuhan dan memblokir jalan.
Itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kondisi politik dan ekonomi yang buruk di wilayah tersebut.
Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari Khartoum, ketidakpuasan Suku Beja yakni salah satu suku utama di Sudan Timur, dimulai pada Oktober 2020.
Saat itu, oposisi dan kelompok bersenjata menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Sudan.
Suku Beja mengatakan, kesepakatan itu tidak representatif dan tidak mengatasi akar masalah penyebab marginalisasi dan keterbelakangan di wilayah timur.
“Mereka mengatakan ingin memastikan pemerintah memahami apa artinya krisis ekonomi, keterbelakangan, dan agar suara mereka didengar,” tambah Morgan.
Menurut Morgan, tujuan para demonstran adalah untuk mengadakan konferensi dengan berbagai suku dan etnis di wilayah timur untuk menghasilkan alternatif kesepakatan damai.
Imbauan Pemerintah
Kementerian telah mengimbau para pengunjuk rasa untuk mengakhiri penutupan jalan dan faslitas lainnya dalam waktu seminggu.
Hal itu dilakukan untuk menyelamatkan negara dari kerugian finansial dan teknis yang besar.
Baca juga: Amerika Serikat Kutuk Rencana Taliban untuk Lanjutkan Hukuman Amputasi dan Eksekusi di Afghanistan
Baca juga: China Bebaskan Dua Warga Kanada Yang Diduga Mata-mata Setelah Bos Huawei Dibebaskan
Gadian Ali Obaid, Menteri Minyak dan Energi Sudan, mengatakan pihak berwenang telah berusaha memperbaiki masalah yang terjadi.
"Pihak berwenang berusaha untuk memperbaiki masalah penutupan pelabuhan," kata Obaid.
Dia mengatakan ada cukup cadangan untuk kebutuhan negara hingga 10 hari.
Menurutnya, kilang minyak Khartoum, yang memproduksi bahan bakar untuk konsumsi dalam negeri, masih berfungsi normal.
(Tribunnews.com/Yurika)