TRIBUNNEWS.COM - Sudan dalam ancaman kudeta setelah pasukan militer menahan lima tokoh senior pemerintah pada Senin (25/10/2021), lapor para pejabat.
Dilansir AP News, kelompok pro demokrasi, Asosiasi Profesional Sudan (SPA), meminta masyarakat untuk melakukan unjuk rasa melawan kudeta militer serta melaporkan adanya pemadaman internet serta sinyal telepon di seluruh negeri.
Jika benar terjadi, kudeta militer akan menjadi kemunduran besar bagi Sudan.
Diketahui negara ini tengah melakukan transisi menuju demokrasi sejak pemerintahan Omar al-Bashir digulingkan karena protes massa.
Baca juga: Militer Sudan Gagalkan Upaya Serangan Ethiopia di Kawasan Perbatasan
Baca juga: Eks Presiden Myanmar Win Myint Mengaku Dipaksa Militer untuk Mundur Beberapa Jam Sebelum Kudeta
Penangkapan tokoh pemerintahan pada Senin ini terjadi setelah ketegangan selama berminggu-minggu antara pejabat sipil dan militer Sudan.
Kegagalan kudeta pada September lalu membuat negara terpecah belah.
Perpecahan mengadu kelompok islamis konservatif yang menginginkan pemerintahan militer melawan pihak yang menggulingkan al-Bashir dua tahun lalu.
Dalam beberapa hari terakhir ini, kedua kubu saling melakukan unjuk rasa.
Penangkapan lima tokoh pemerintah itu dikonfirmasi oleh dua pejabat yang berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang berbicara kepada media.
Sumber ini mengatakan, tokoh pemerintah yang ditahan termasuk Menteri Perindustrian Ibrahim al-Sheikh, Menteri Informasi Hamza Baloul, Mohammed al-Fiky Suliman yang menjabat sebagai anggota Dewan Berdaulat, dan Faisal Mohammed Saleh, penasihat media untuk Perdana Menteri Abdalla Hamdok.
Sementara itu keberadaan Perdana Menteri Hamdok belum diketahui.
Sebelumnya ada laporan bahwa pasukan keamanan ditempatkan di luar rumahnya di Khartoum.
Foto yang beredar menunjukkan pria berseragam berdiri di tempat yang gelap, diduga di dekat rumahnya.
Ayman Khalid, gubernur negara bagian juga ditangkap, menurut halaman Facebook resmi kantornya.
Penangkapan itu menyusul pertemuan utusan khusus AS untuk Afrika, Jeffrey Feltman dengan para pemimpin militer dan sipil Sudan pada Sabtu dan Minggu dalam upaya untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
Situs berita negara Sudan menyoroti pertemuan dengan pejabat militer.
NetBlocks, grup yang melacak gangguan di internet, mengatakan telah melihat "gangguan signifikan" pada koneksi telepon tetap dan internet seluler di seluruh Sudan dengan beberapa provider pada Senin pagi.
"Metrik menguatkan laporan pengguna gangguan jaringan muncul konsisten dengan penutupan internet," kata kelompok ini.
"Gangguan itu kemungkinan akan membatasi aliran informasi online dan liputan berita tentang insiden di lapangan," tambahnya.
Perdana Menteri Ditahan
Menurut laporan Al Jazeera, pasukan militer Sudan memindahkan Perdana Menteri Abdalla Hamdok ke lokasi yang tidak diketahui setelah menempatkannya di bawah tahanan rumah pada Senin pagi.
Kini akses informasi di Sudan dikabarkan dibatasi.
Militer juga memblokir semua jalan dan jembatan menuju Kota Khartoum.
Baca juga: Meski Dikudeta Moeldoko, Survei SMRC Sebut Elektabilitas Demokrat Dipimpin AHY Malah Naik Tajam
Baca juga: Pasukan Militer Berkumpul di Utara Myanmar, PBB Khawatir Junta Siapkan Taktik Serangan Genosida
Hingga saat ini belum ada komentar langsung dari militer.
Sementara itu, televisi pemerintah Sudan menyiarkan lagu-lagu patriotik.
Kantor berita Reuters dan AFP mengatakan pengunjuk rasa turun ke jalanan Kota Khartoum sebagai tanggapan atas seruan SPA.
Beberapa dari mereka membakar ban dan membawa bendera nasional.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)