TRIBUNNEWS.COM - Junta Myanmar telah mendakwa mantan pemimpin terpilih, Aung San Suu Kyi atas dugaan melakukan kecurangan pemilu 2020.
Mengutip Al Jazeera, Myanmar telah mendakwa 16 orang, termasuk Aung San Suu Kyi pada hari Selasa (16/11/2021).
Aung San Suu Kyi, mantan Presiden U Win Myint dan mantan ketua Komisi Pemilihan termasuk di antara kelompok yang dituduh melakukan kecurangan pemilu dan tindakan melanggar hukum selama pemilihan November 2020.
Pemilu 2020 dimenangkan telak oleh Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi.
Baca juga: 15 Negara Anggota DK PBB Desak Myanmar Hentikan Kekerasan
Baca juga: Pertemuan Menlu RI – Inggris di Jakarta Turut Bahas Isu Afghanistan dan Myanmar
Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah mengatakan 16 orang itu melanggar sejumlah undang-undang pemilu, termasuk soal bilik suara militer, pemungutan suara lebih awal untuk orang-orang di atas 60 tahun dan memasukkan nama-nama orang yang tidak berhak memberikan suara di surat suara.
Aung San Suu Kyi telah ditahan sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021 dan telah didakwa dengan serangkaian pelanggaran.
Militer telah mengklaim perebutan kekuasaan mereka diperlukan karena kecurangan dalam pemilihan.
Pemantau yang mengamati jajak pendapat mengatakan mereka bebas dan adil.
Angkatan bersenjata telah menguasai Myanmar selama sebagian besar dekade sejak kemerdekaan negara itu, dengan Aung San Suu Kyi menghabiskan bertahun-tahun di bawah tahanan rumah.
Dikutip dari CNA, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi mengalami peningkatan dukungan dalam pemilihan 2020 dibandingkan dengan pemilihan 2015, mengalahkan partai yang berpihak pada militer.
Namun junta menyebut kecurangan selama pemilihan sebagai alasan untuk merebut kekuasaan dan mengakhiri selingan demokrasi Myanmar.
Pada bulan Juli, ia membatalkan hasil jajak pendapat, mengumumkan telah menemukan lebih dari 11 juta kasus penyimpangan pemilih.
Kepala Junta Min Aung Hlaing mengatakan pemilihan umum baru akan diadakan dan keadaan darurat dicabut pada Agustus 2023.
Kelompok pemantau Jaringan Asia untuk Pemilihan Bebas mengatakan bahwa itu mewakili kehendak rakyat.
Baca juga: Singapura Mulai Buka Pintu untuk Wisatawan Asing, WNI Akan Diizinkan Masuk Tanpa Karantina
Baca juga: Terjadi Lagi Serangan di Jepang, Wanita 80 Tahun Ditusuk di Stasiun Fukushima