News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

PM Belgia Ogah Lockdown Meski Kasus Baru Covid-19 Melonjak

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Padanan istilah lockdown (Instagram.com/badanbahasakemendikbud)

TRIBUNNEWS.COM, BRUSSELS - Pemerintah Belgia memperketat aturan pembatasan sosial saat kasus baru virus corona (Covid-19) di negara itu mengalami lonjakan.

Kendati demikian, Perdana Menteri (PM)  Alexander de Croo menekankan bahwa ia akan tetap membuat masyarakat melakukan aktivitas, baik itu di sektor bisnis hingga pendidikan.

Ia kemudian menjelaskan bahwa meskipun aktivitas tetap dilakukan di berbagai sektor, namun mereka harus menggunakan alat pelindung diri tambahan.

"Ini bukan virus yang sama lagi, ini adalah mutasi dari virus, yang jauh lebih menular. Namun tujuan kami adalah membuat masyarakat tetap terbuka untuk memastikan bahwa bisnis kami tetap buka,sekolah kami tetap buka, hotel, restoran dan kafe kami tetap buka, dengan perlindungan tambahan," kata de Croo, pada Selasa lalu.

Dikutip dari laman CNBC, Jumat (19/11/2021), pemerintah negara ini mengatakan pada Rabu lalu bahwa warga harus bekerja dari rumah pada empat hari selama seminggu, ini berlaku hingga pertengahan Desember dan tiga hari setelah itu.

Semua orang yang berusia di atas 10 tahun yang sedang berada di tempat-tempat dalam ruangan, harus memakai masker.

Baca juga: Capai Rekor Tertinggi, Kasus Covid-19 di Belanda Tembus 20.000 Selama 3 Hari Berturut-turut

Begitu pula klub malam yang harus melakukan pengujian (testing) kepada para tamu agar mereka bisa dugem tanpa masker.

Rata-rata kasus harian infeksi Covid-19 di Belgia selama 7 hari terakhir adalah 10.283.

Sebelumnya, angka kasus infeksi belum pernah setinggi ini sejak musim dingin lalu.

Rata-rata penerimaan harian di rumah sakit setempat pun kini sekitar 280, tertinggi sejak awal musim semi.

Ini merupakan gambaran yang sama dengan yang terjadi di seluruh wilayah Eropa, karena Belanda, Irlandia, Slovakia dan Austria berada diantara negara-negara yang baru-baru ini turut memberlakukan kembali beberapa tingkat pembatasan sosial.

Namun untuk de Croo, jawaban terkait gelombang pandemi saat ini tidak menargetkan mereka yang tidak divaksinasi, seperti yang telah dilakukan Austria dan Slovakia.

"Selalu berbahaya membandingkan satu negara dengan negara lain. Jika kita membandingkan situasi kita dengan Austria, misalnya, penyerapan vaksin di Austria jauh lebih rendah dibandingkan di Belgia," tegas de Croo.

Ia menyampaikan, langkah-langkah yang diambil Austria mendorong diterapkannya aturan sistem penguncian (lockdown) pada sebagian wilayahnya, yang berfokus pada orang-orang yang tidak divaksinasi.

"Saya tidak yakin itu akan sangat efisien di Belgia, karena situasi kita berbeda di sini," papar de Croo.

Menurut data dari Our World in Data, 74 persen populasi Belgia telah divaksinasi secara lengkap, lebih tinggi dari rata-rata vaksinasi dari populasi masing-masing negara Uni Eropa (UE).

Sedangkan di Austria, hanya sekitar 64 persen dari populasinya yang telah menerima dosis penuh vaksin Covid-19.

Beberapa politisi Belgia telah membahas apakah vaksinasi memang diwajibkan, namun de Croo menegaskan bahwa vaksinasi adalah 'pilihan pribadi'.

"Penting juga untuk memperjelas bahwa vaksinasi adalah pilihan, itu pilihan yang bijaksana, tapi itu masih pilihan pribadi. Saya percaya bahwa selalu lebih baik untuk meyakinkan orang dengan fakta," tutur de Croo.

Saat ini Belgia telah memberikan dosis penguat (booster) vaksin ke populasinya dengan kelompok yang lebih tua, namun akan segera memperluas program booster ini pada lebih banyak kelompok usia.

"Dalam beberapa hari ke depan, kami akan memulai kampanye besar untuk memastikan bahwa masyarakat umum, atau orang-orang yang juga berusia di bawah 65 tahun dan kelompok anak bisa mendapatkan akses booster," pungkas de Croo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini