TRIBUNNEWS.COM - Kemanjuran vaksin Sinovac turun menjadi hanya 28 persen melawan infeksi Covid-19 maupun untuk cegah rawat inap dalam waktu tiga hingga lima bulan setelah dosis kedua.
Portal berita kesehatan Malaysia CodeBlue pada hari Rabu (24/11/2021) menyebut kemanjuran dua dosis vaksin Sinovac terhadap infeksi Covid-19 turun menjadi 28% dari 76% pada periode tersebut.
Kesimpulan itu mengutip studi oleh Evaluasi Dunia Nyata dari Vaksin Covid-19 Di Bawah Program Imunisasi Covid-19 Nasional Malaysia (RECoVaM) dan National Medical Research Register (NMRR).
Sebagai perbandingan, dua dosis vaksin Covid-19 Pfizer 79% efektif mencegah pasian masuk ICU setelah tiga hingga lima bulan dari 86% setelah vaksinasi penuh.
Namun, dalam hal perlindungan terhadap infeksi Covid-19, kemanjuran vaksin Pfizer juga menurun tajam dari sebesar 89% menjadi 68% dalam jangka waktu yang sama.
Baca juga: Kedatangan Tahap ke-115, Empat Juta Vaksin Sinovac Tiba di Tanah Air
Baca juga: Syarat dan Ketentuan Vaksinasi Covid-19 untuk Anak 6 Tahun ke Atas, Pakai Vaksin Sinovac
Studi lebih lanjut menemukan bahwa vaksin Covid-19 Sinovac hanya efektif 76% melawan kematian terobosan setelah tiga hingga lima bulan, turun dari 79% dua bulan setelah vaksinasi penuh.
Sedangkan vaksin Covid-19 Pfizer tetap 91% efektif melawan kematian terobosan setelah lima bulan.
Data yang diberikan oleh Dr Mahesh Appannan, kepala data di Pusat Kesiapsiagaan dan Respons Krisis Kementerian Kesehatan Malaysia, menunjukkan bahwa tingkat kematian di antara mereka yang divaksinasi penuh dengan Sinovac adalah yang tertinggi, dibandingkan dengan Pfizer dan AstraZeneca.
CodeBlue mengatakan Sinovac memiliki rata-rata kematian orang dewasa mingguan yaitu dua per 100.000 populasi antara 7 Juni dan 15 November 2021.
Sedangkan rata-rata kematian orang dewasa mingguan Pfizer sebesar 0,667 per 100.000 penduduk, dan rata-rata kematian orang dewasa mingguan AstraZeneca sebesar 0,25 per 100.000 penduduk.
Kematian yang tidak divaksinasi tetap mendominasi, dengan kematian orang dewasa mingguan rata-rata pada 22,354 per 100.000 penduduk selama periode 24 minggu yang sama.
Dalam data kematian Covid-19 dari 1 hingga 20 November 2021, yang disusun oleh konsultan dokter anak Dr Amar-Singh HS, terlihat bahwa orang dewasa yang tidak divaksinasi 14,5 kali lebih mungkin meninggal akibat virus dibandingkan dengan mereka yang divaksinasi penuh.
CodeBlue mengatakan Dr Amar sampai pada kesimpulan itu setelah menghitung 827 kematian orang dewasa Covid-19 yang dilaporkan selama periode 20 hari.
315 di antaranya tidak divaksinasi, 41 divaksinasi sebagian, dan 471 divaksinasi penuh.
Data itu dibandingkan berdasarkan jumlah yang tidak divaksinasi (1,03 juta), sebagian divaksinasi (526.632), dan populasi orang dewasa yang divaksinasi penuh (22,38 juta).
Dikatakan jumlah tersebut menunjukkan bahwa tingkat kematian di antara orang dewasa yang tidak divaksinasi dari 1 hingga 20 November berada pada tingkat tertinggi, yaitu 305,2 per 1 juta penduduk.
Sedangkan tingkat kematian antara populasi yang divaksinasi sebagian dan penuh masing-masing 77,9 per 1 juta orang dan 21,1 per 1 juta orang.
Di antara 471 kematian orang dewasa yang divaksinasi lengkap yang tercatat selama periode tersebut, 332 adalah penerima Sinovac, 127 divaksinasi penuh dengan Pfizer, dan 12 menerima dua suntikan AstraZeneca.
Jika dibandingkan dengan ukuran populasi berdasarkan jenis vaksin, Dr Amar menemukan bahwa terobosan risiko kematian Sinovac adalah yang tertinggi di antara ketiga vaksin Covid-19 yaitu 34 per juta orang, dibandingkan dengan Pfizer sebesar 9,8 per juta orang dan AstraZeneca sebesar enam per juta orang.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)