TRIBUNNEWS.COM, SEOUL – Mantan Presiden Korea Selatan, Chun Doo-hwan, meninggal pada Selasa (23/11/2021) lalu, pada usia 90 tahun.
Chun menjadi tokoh sentral dalam sejarah kelam demokrasi Korea Selatan.
Kematian Chun terjadi hanya 28 hari setelah rekan kudeta dan penerus langsungnya, Roh Tae-woo, meninggal pada 26 Oktober 2021.
Editorial Korea Herald edisi Kamis (25/11/2021) menyebut kematian dua mantan presiden ini sebagai berakhirnya babak pergolakan di Korea: penumpasan berdarah terhadap Pemberontakan Demokratik Gwangju pada 18 Mei 1980.
Pemerintahan tangan besar Chun (1980-1988) meninggalkan noda yang tak terhapuskan bagi perjalanan negara tersebut menuju demokrasi.
Baca juga: Mantan Diktator Korea Selatan Chun Doo-hwan Meninggal di Usia 90 Tahun
Baca juga: Respons Pernyataan Pemimpin Tertinggi, Korea Utara Buka Komunikasi dengan Korsel
Disebutkan, Chun mengambil alih kekuasaan melalui pemberontakan militer 12 Desember, setelah pembunuhan mantan Presiden Park Chung-hee pada 26 Oktober 1979.
Chun, yang saat itu menjadi komandan keamanan pertahanan bintang dua, menyelidiki pembunuhan itu.
Kemudian dia memimpin pemberontakan di militer, memberangus pemberontakan di Gwangju pada tahun berikutnya, dan mempererat cengkeramannya pada kekuasaan.
Korea Herald menyebut sulit untuk meratapi kematian Chun. Pasalnya, dia meninggal tanpa pernah meminta maaf atas pembantaian pengunjuk rasa pro-demokrasi atau kudeta militer.
Dia bahkan tidak pernah menyatakan penyesalannya tentang banyak kejahatan lainnya: seperti menekan pers dan integrasi paksa perusahaan media, mendirikan kamp pendidikan ulang Samcheong, memeras dana gelap astronomi dari perusahaan, dan mengerahkan militer untuk menangkap lebih dari 60.000 orang tanpa surat perintah.
Baca juga: Menembak mati diktator pada Hari Natal: Saya sudah tahu bahwa saya yang akan membunuh Ceausescu
Banyak dari mereka adalah warga sipil yang tak bersalah yang dihukum karena dianggap sebagai penyakit sosial.
“Sangat disayangkan bahwa sampai kematiannya Chun menyangkal bertanggung jawab atas tindakan keras berdarah terhadap Pemberontakan Gwangju, sementara Roh melakukan upaya untuk refleksi diri,” sebut Korea Herald, seperti dilansir dari The Straits Times.
Disebutkan, rezim Chun bukannya tanpa nilai positif.
Chun menepati janjinya untuk membatasi kepresidenannya untuk masa jabatan tujuh tahun.