TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - Sejumlah dokter residen di India melakukan mogok kerja demi menuntut mahasiswa pascasarjana baru, didaftarkan untuk meningkatkan kepegawaian.
Aksi tersebut dilakukan karena mereka khawatir varian Omicron yang baru terdeteksi di India, bisa memicu gelombang ketiga Covid-19.
Sebab, rumah sakit di India sempat mengalami beban yang cukup tinggi kala menghadapi lonjakan gelombang kedua Covid-19 akibat varian Delta pada April dan Mei lalu.
Alhasil, temuan varian Omicron di negara bagian selatan Karnataka pada satu orang tanpa riwayat perjalanan baru-baru ini, menimbulkan kekhawatiran.
"Institusi perawatan kesehatan di seluruh negeri kekurangan tenaga kerja dokter residen yang memadai, dengan belum ada penerimaan pada tahun ini," kata Federasi Asosiasi Dokter Residen India, yang mewakili puluhan rumah sakit pemerintah, dalam sebuah surat kepada Menteri Kesehatan, dilansir Reuters.
"Dengan kemungkinan gelombang pandemi Covid-19 di masa depan yang membayangi, situasinya akan menjadi bencana bagi sektor perawatan kesehatan," tambahnya.
Sementara, pemerintah harus menunda penerimaan siswa, karena sengketa hukum yang sedang berlangsung, termasuk pemesanan kursi untuk orang miskin.
India memiliki salah satu rasio dokter-pasien terburuk di dunia.
Tetapi, Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan, India akan menghasilkan lebih banyak dokter dalam dekade berikutnya atau lebih daripada 70 tahun pertama kemerdekaan India.
Dalam aksinya di Rumah Sakit Dr. Ram Manohar Lohia New Delhi, para dokter residen itu berteriak menuntut keadilan.
"Kami menginginkan keadilan," ujar para pendemo, sambil memegang spanduk dan plakat yang bertuliskan: "Kami adalah manusia, bukan robot."
Baca juga: Kekurangan Perawat, Jerman Kejar Tenaga Kesehatan Sampai ke India
Baca juga: WHO Desak Asia Pasifik Bersiap Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19 Akibat Omicron
India Umumkan 2 Kasus Varian Omicron
Seperti diketahui, India mengumumkan dua kasus pertama varian baru virus corona (Covid-19) Omicron pada Kamis kemarin, setelah berjuang melawan lonjakan rekor kasus infeksi dan kematian pada April hingga Juni lalu.
Pada periode itu, Delta masih menjadi varian yang dominan di negara itu.