TRIBUNNEWS.COM - Seorang pria asal Sri Lanka, Priyantha Kumara (48), yang menjadi manajer pabrik peralatan olahraga di Pakistan, menjadi korban penganiayaan.
Dia dianiaya oleh massa yang menuduhnya menistakan agama Islam pada Jumat (3/12/2021).
Kasus penganiayaan Priyantha telah menyita perhatian warga, akitivis hingga pejabat Pakistan dan Sri Lanka.
Aktivis dan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menyayangkan tindakan 'main hakim sendiri' yang dilakukan oleh warga Pakistan.
Sementara keluarga korban di Sri Lanka menuntut keadilan bagi Priyantha.
Baca juga: Sri Lanka Konfirmasi Kasus Pertama Varian Omicron
Adapun berikut fakta-fakta mengenai kasus penganiayaan pria Sri Lanka di Pakistan, dikutip dari Al Jazeera.
Kronologi
Priyantha dianiaya oleh massa yang merupakan para pekerja di pabrik tempatnya bekerja, di Sialkot, Pakistan.
Para pekerja menuduhnya menodai poster bertuliskan Nabi Muhammad.
Polisi mengatakan dia dipukuli dengan tongkat, tinju dan ditendang oleh puluhan massa, sebelum diseret ke jalan di luar pabrik, kemudian dibakar.
Penganiayaan itu juga terekam dalam beberapa video yang kemudian diunggah di media sosial.
Satu dari video tersebut menunjukkan massa memukuli korban sambil meneriakkan slogan-slogan menentang penistaan.
Video lain menunjukkan tubuh korban terbakar, serta puing-puing mobil yang diduga milik korban, terlihat dalam kondisi terbalik.
Banyak di antara massa tidak berusaha menyembunyikan identitas mereka, bahkan beberapa di antara mereka berfoto di depan mayat yang terbakar.
Baca juga: Manajer Pabrik di Pakistan Dianiaya hingga Tewas oleh Massa yang Menuduhnya Menistakan Agama
Ratusan Tersangka Ditangkap
Pada Sabtu (4/12/2021), juru bicara polisi Khurram Shahzad mengatakan sekitar 120 orang, telah ditangkap atas penganiayaan tersebut.
Sementara tujuh 'aktor utama'-nya telah ditangkap polisi pada Senin (6/12/2021), sehingga jumlah mereka yang ditangkap karena penganiayaan itu menjadi 131.
"Ini termasuk mereka yang terlibat dalam perencanaan serangan terhadap manajer Sri Lanka, serta mereka yang menyiksanya dan mereka yang menghasut orang lain," kata sebuah pernyataan.
Penjabat duta besar Pakistan untuk Sri Lanka, Tanvir Ahmad mengatakan pihak berwenang akan menangkap semua orang yang terlibat penganiayaan.
Mereka yang terlibat kemudian akan diberikan hukuman yang sangat berat.
"Pakistan tidak akan meninggalkan kebutuhan bisnis yang terlewat untuk menangkap mereka yang terlibat. Mereka akan diberikan hukuman yang sangat berat," kata Tanvir Ahmad kepada para pemimpin Buddha, Hindu, Muslim dan Kristen yang bertemu dengannya di misi Pakistan.
Ahmad mengatakan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan telah berbicara dengan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa untuk meyakinkannya bahwa pihak berwenang Pakistan sedang menyelidiki hukuman mati tanpa pengadilan tersebut.
Baca juga: Pakistan Kecam Rencana Israel Bangun Ribuan Pemukiman Ilegal di Batas Kota Yerusalem
Priyantha Diduga Difitnah
Polisi Pakistan kini tengah menyelidiki kasus tersebut dari berbagai sudut.
Di mana ada dugaan bahwa beberapa pekerja pabrik menggunakan tuduhan penistaan agama untuk membalas dendam kepada korban.
"Para ahli polisi sedang menyelidiki kasus ini dari berbagai sudut, termasuk bahwa beberapa pekerja pabrik memainkan kartu agama untuk membalas dendam pada manajer," kata Tahir Ashrafi, seorang ulama dan perwakilan khusus perdana menteri kerukunan umat beragama, yang mengonfirmasi penangkapan tersebut.
Ashrafi menambahkan, menurut kesaksian para pekerja, korban memang dikenal sangat dispilin, sehingga ada kemungkinan pelaku dendam karena hal itu.
Untuk diketahui, di Pakistan, tuduhan penistaan agama saja dapat memicu serangan massa.
Undang-undang penistaan agama di negara itu memiliki kemungkinan hukuman mati.
Tuduhan penistaan agama semakin meningkat menyebabkan pembunuhan di luar proses hukum atau main hakim sendiri.
Sedikitnya 80 orang tewas dalam serangan semacam itu sejak 1990, menurut penghitungan Al Jazeera.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan tuduhan penistaan agama seringkali dapat digunakan untuk menyelesaikan dendam pribadi, dengan sebagian besar minoritas menjadi sasaran.
Baca juga: Islamabad Berupaya Padamkan Peningkatan Serangan Taliban Pakistan
Kata Keluarga Korban
Kakak laki-laki Priyantha, Kamal Kumara meminta para pelaku untuk tidak melakukan serangan brutal yang tidak manusiawai.
Kamal juga meminta untuk saling menghormati terlepas dari perbedaan agama.
"Saya harus memberi tahu para pelaku, tolong jangan lakukan ini, serangan semacam ini, jangan bereaksi tidak manusiawi," kata Kamal dikutip dari Al Jazeera.
"Kita adalah manusia, bukan? Kita harus saling menghormati satu sama lain dan agama masing-masing," lanjutnya.
Diketahui, korban meninggalkan istri dan dua anaknya, berusia sembilan dan 14 tahun.
Keluarga korban telah meminta pemerintah Sri Lanka untuk meminta kompensasi finansial baik dari pemerintah Pakistan atau bos korban untuk keluarga dekatnya.
"Kami yakin (Perdana Menteri Pakistan Imran Khan) akan mengambil tindakan serius,” kata Kamal.
"Saya mengatakan kepada (pejabat Sri Lanka untuk) mohon meminta pemerintah Pakistan untuk membantu keluarganya, karena dia memiliki seorang istri dan dua anak yang sendirian, dan mereka perlu dididik," lanjutnya.
Kamal menambahkan ibunya belum diberitahu secara rinci bagaimana Priyantha meninggal dunia.
Dia mengatakan anggota keluarga telah ditugaskan untuk menjauhkannya dari media sosial dan berita televisi agar dia tidak melihat rekaman serangan itu.
"Ibuku berusia 80 tahun, kesehatannya tidak baik, dan kami masih belum bisa menjelaskan kepadanya apa yang telah terjadi," kata Kamal.
"Kami baru saja memberitahunya bahwa ada kecelakaan, kami tidak bisa mengatakan apa yang telah terjadi," jelasnya.
Baca juga: Seorang Jurnalis Tewas dalam Serangan di Pakistan, Dituduh Bekerja Sama dengan Pasukan Keamanan
Jenazah Priyantha Tiba di Sri Lanka
Tubuh hangus Priyantha telah tiba di Sri Lanka pada Senin (6/12/2021) malam.
Pejabat pemerintah Sir Lanka menerima jenazah Kumara dalam kotak kayu yang dihiasi dengan karangan bunga sebelum persiapan untuk menyerahkan peti mati kepada keluarganya.
Prosesi pemakaman Priyantha diperkirakan akan diadakan pada hari Rabu distrik asalnya Gampaha, 20 kilometer timur laut Kolombo.
Tanggapan Warga, Aktivis, dan Pejabat
Beberapa jam sebelum jenazah tiba, puluhan aktivis dan kelompok agama berkumpul di depan misi Pakistan di ibu kota Sri Lanka, Kolombo, menuntut keadilan baginya.
Pembunuhan brutal itu telah mengejutkan Pakistan, dengan para pemimpin agama, masyarakat sipil dan politisi di seluruh spektrum mengutuk pembunuhan itu.
Pada hari Minggu, kelompok masyarakat sipil mengadakan demonstrasi kecil menentang pembunuhan di kota timur Lahore.
Sebelumnya, pada hari Jumat, kelompok hak asasi Amnesty International menyerukan penyelidikan yang tidak memihak atas pembunuhan itu.
"Pihak berwenang harus segera melakukan penyelidikan yang independen, tidak memihak dan segera serta meminta pertanggungjawaban pelaku."
"Acara hari ini menggarisbawahi urgensi di mana lingkungan yang memungkinkan penyalahgunaan dan membahayakan nyawa harus diperbaiki," kata Amnesty dalam sebuah pernyataan.
Di kota pelabuhan Karachi, anggota masyarakat sipil mengadakan protes sebagai tanggapan dari penganiayaan tersebut, Sabtu (4/12/2021).
Masyarakat menentang 'hukuman mati' tanpa pangadilan terhadap warga negara Sri Lanka.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka mengutuk pembunuhan itu dan menuntut pemerintah mengambil tindakan untuk menghentikan penyalahgunaan undang-undang penistaan agama.
"Dia dibunuh atas tuduhan palsu penistaan agama," kata aktivis hak asasi manusia, Mehnaz Rehman, dikutip dari Aljazeera.
Menurut Rehman, orang yang menganiaya korban adalah mereka yang tidak mau bekerja.
Korban hanya meminta pekerja untuk bekerja secara jujur, tetapi beberapa pekerja tak terima dengan perintah itu, lalu membunuh korban dengan dalih penistaan.
"Orang yang membunuhnya adalah orang yang tidak mau bekerja dan dia hanya meminta mereka untuk bekerja dengan jujur sehingga mereka membunuhnya dengan dalih penistaan. Hukum ini disalahgunakan oleh orang-orang seperti itu," kata Rehman.
Sementara itu, Malik Naseem Awan, seorang warga dan pengacara di Sialkot, sebuah distrik di provinsi Punjab tengah sekitar 200 kilometer, Islamabad, tempat serangan itu terjadi, mengatakan dia khawatir tentang dampaknya terhadap citra negara.
"Saya tidak bisa mengatakan betapa malunya saya. Akan berbeda jika seseorang melakukan ini secara individu tetapi orang-orang yang hadir di sana menontonnya dengan diam-diam, dan tidak ada yang mencoba menyelamatkannya," kata Awan.
Hal serupa disampaikan Perdana Menteri, Imran Khan, yang menyebutnya sebagai hari memalukan bagi Pakistan.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)