News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengungsi Rohingya Tuntut Facebook Bayar Ganti Rugi Rp 2,1 Triliun

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Facebook mengumumkan pergantian nama menjadi Meta pada Kamis, (28/10/2021) kemarin. Mark menjelaskan jika untuk sekarang dirinya menginginkan perusahaannya dikenal sebagai perusahaan metaverse.

TRIBUNNEWS.COM - Facebook dilaporkan telah digugat oleh pengungsi Rohingya dengan nilai sebesar 150 miliar dollar AS (sekitar Rp 2,1 triliun).

Gugatan ini dilayangkan atas dasar tuduhan bahwa Facebook telah gagal menghentikan ujaran kebencian yang merugikan kelompok muslim Rohingya.

Baca juga: Kartu Prakerja Dibuka Lagi Tahun 2022, Ini Syarat dan Cara Daftar di www.prakerja.go.id

Pasalnya, ujaran kebencian tersebut dinilai mengandung hasutan dari junta militer serta pendukungnya di Myanmar, untuk melakukan tindak kekerasan pada kelompok muslim Rohingya .

Tuduhan dari pengungsi Rohingya ini diperkuat oleh dokumen internal milik Facebook, yang belakangan ini terungkap, bahwa perusahaan memiliki masalah dalam memoderasi ujaran kebencian dan informasi keliru pada Facebook di negara Myanmar.

Tidak berhenti di situ, kesalahan tersebut bahkan telah dimanfaatkan oleh sejumlah pihak yang bermusuhan, sejak pemerintahan diambil alih oleh militer awal tahun ini.

Dari kesalahan moderasi Facebook itu, mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar.

Dokumen internal Facebook bisa terungkap ke publik setelah Frances Haugen, seorang mantan karyawan Facebook, menyerahkan dokumen itu kepada Kongres dan Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serika.

Dokumen tersebut disinyalir juga dapat berfungsi untuk kelompok lain di seluruh dunia yang dirugikan oleh kesalahan Facebook dalam memoderasi ujaran kebencian.

Baca juga: Petugas Bandara Singapura Terpapar Varian Omicron dari Penumpang Transit

Sebenarnya temuan kesalahan Facebook ini, juga pernah diungkap sebelum dokumen internal Facebook dibocorkan oleh Haugen.

Pada 2018, pakar hak asasi manusia PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah melakukan serangkaian investigasi terhadap kekerasan pada kelompok Rohingya.

Hasil investigasi itu mengatakan Facebook telah berperan dalam menyebarkan ujaran kebencian.

Gugatan datang dari berbagai negara

Sementara itu, dalam kasus pengungsi Rohingya, pengacara telah mengajukan gugatan class action pada Senin lalu di California. Gugatan itu langsung ditujukan pada induk perusahaan Facebook, yakni Meta.

Perlu diketahui, class action merupakan jenis gugatan perdata atas tindakan yang menyebabkan kerugian masal. Jadi, pihak penggungat dapat berasal dari individu yang berperan mewakili kelompok terdampak.

Sebagaimana dikutip KompasTekno dari AP News, Sabtu (11/12/2021), pengacara tersebut mengatakan kedatangan Facebook di Myanmar telah mendorong penyebaran ujaran kebencian, informasi yang salah, dan hasutan untuk melakukan kekerasan.

Ia juga menegaskan bahwa kesalahan Facebook akhirnya menjadi salah satu penyebab mendasar terjadinya genosida kelompok Rohingya.

Pengungsi Rohingya bersama keluarga mereka berdemo di Kantor Perwakilan UNHCR di Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, (26/11/2021). Mereka meminta ke UNHCR segera mencarikan negara ke-3 yang mau menerima keberadaan mereka sehingga mereka dapat mempersiapkan masa depan mereka lebih jelas. Warta Kota/Henry Lopulalan (Warta Kota/Henry Lopulalan)

Selain di California, pengacara di Inggris juga telah mengeluarkan pemberitahuan tentang niat mereka untuk mengajukan tindakan hukum serupa.

Kemudian, kelompok pemuda Rohingya yang berbasis di sebuah kamp pengungsian Bangladesh, mengatakan juga akan mengajukan pengaduan terpisah terhadap Meta di Irlandia.

Mereka mencoba untuk mengajukan aduan secara formal bersama organisasi pengawas, untuk meminta perusahaan agar menyediakan beberapa program remediasi di kamp.

Menanggapi kegaduhan ini pada Selasa lalu, pihak Facebook menyatakan terkejut dengan kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang Rohingya di Myanmar.

Perusahaan juga telah membangun tim penutur bahasa Burma dan mengembangkan teknologi untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan informasi yang berbahaya di sana.

Selain itu, pihak Facebook menyatakan bahwa mereka telah melarang kelompok militer Myanmar (biasa dikenal sebagai Tatmadaw), dari platform-nya. Facebok mengatakan juga tengah menghalau kelompok yang mencoba melakukan penghasutan pada publik di Myanmar.

Di sisi lain, dari dokumen yang dibocorkan Haugen, ternyata kesalahan moderasi Facebook tidak hanya terjadi di Myanmar. Kesalahan moderasi konten juga terjadi di Afghanistan, Jalur Gaza, India, Dubai, dan Uni Emirat Arab.

Bahkan, kesalahan moderasi Facebook juga terjadi di AS. Banyak informasi yang salah dan menghasut bertebaran di Facebook, saat terjadi penyerangan Capitol oleh pendukung Donald Trump pada 6 Januari 2021. Informasi itu dilayangkan untuk menyerang pendukung Donald Trump.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Facebook Diminta Bayar Ganti Rugi Pengungsi Rohingya Rp 2,1 triliun"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini