Penahanan Massal di Xinjiang
Baca juga: Menlu AS Janji Akhiri Genosida di Xinjiang pada Penyintas Kekerasan dari Etnis Uighur
Baca juga: AS Curiga China Lakukan Genosida Terhadap Muslim Uighur di Xinjiang
Pakar PBB dan kelompok hak asasi memperkirakan lebih dari satu juta orang, terutama Uighur dan anggota minoritas Muslim lainnya, telah ditahan atau dipenjara dalam beberapa tahun terakhir di kamp yang luas di Xinjiang.
Pada hari Kamis (9/12/2021), pengadilan tidak resmi dan independen yang berbasis di Inggris juga memutuskan bahwa pemerintah China melakukan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan penyiksaan terhadap Uighur dan minoritas lainnya.
Sir Geoffrey Nice QC, Kepala Pengadilan Uighur dan pengacara hak asasi manusia terkemuka, mengatakan pemerintah China telah menargetkan populasi Muslim Uighur dengan kebijakan pengendalian kelahiran dan sterilisasi paksa untuk mengurangi populasi kelompok tersebut.
Dia mengatakan, “sistem represi besar-besaran ini tidak akan ada jika sebuah rencana tidak disahkan di tingkat tertinggi”.
China menyangkal pelanggaran di Xinjiang, tetapi pemerintah AS dan banyak kelompok hak asasi mengatakan Beijing melakukan genosida di sana.
Baca juga: China Bantah Laporan Investigasi Adanya Pemaksaan Aborsi dan Kontrasepsi Etnis Uighur di Xinjiang
Baca juga: Dipenjara Tujuh Tahun karena Punya Tujuh Anak: Kisah Abdushukur Umar, Warga Uighur di Xinjiang China
Sementara itu, Wang juga mengecam KTT Demokrasi baru-baru ini yang diselenggarakan oleh AS, dengan mengatakan Washington tidak dapat memutuskan apakah suatu negara demokratis atau tidak dengan tolok ukurnya sendiri.
“KTT untuk Demokrasi justru mengkhianati sifat asli AS sebagai penghancur demokrasi sambil menanggalkan penyamarannya sebagai pembela demokrasi,” kata Wang.
Wang meminta semua negara untuk bekerja sama mengatasi masalah global untuk terus maju dengan pembangunan komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia.
Dia juga mengecam sanksi yang ditujukan kepada perusahaan SenseTime, dengan mengatakan keputusan itu berdasarkan kebohongan dan informasi palsu. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)