TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Menteri Luar Negeri China Wang Yi menegaskan, negaranya tak takut berkonfrontasi melawan AS.
Dalam pidatonya di Simposium Situasi Internasional dan Diplomasi Tiongkok 2021, Wang menggarisbawahi berbagai ketidaksepakatan antara Beijing dan Washington berasal dari salah penilaian strategis.
Menurut Wang Yi beberapa orang di AS tidak mau mengakui negara lain memiliki hak berkembang dan setuju kedua negara dapat mencapai hasil yang saling menguntungkan. Tapi mereka sebaliknya berusaha menekan Beijing.
"Jika ada konfrontasi, maka (China) tidak akan takut, dan akan berjuang sampai akhir", katanya. "Dialog boleh, tapi harus setara, kerjasama boleh, tapi harus saling menguntungkan," tegas Wang Yi di Beijing Senin (20/12/2021) .
Baca juga: Taiwan: China Akan Kesulitan Melakukan Invasi Penuh, Tak Bisa Daratkan Pasukan Sekaligus
Baca juga: Menlu Wang Yi Tegaskan Taiwan Akan Kembali Bersatu dengan Cina
Hubungan China dan AS memanas setelah pejabat Amerika menuduh Beijing melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Muslim.
Washington mengumumkan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Musim Dingin yang akan diadakan di negara itu dan terus meningkatkan tuduhan China. tanggung jawab atas pandemi COVID-19.
Wang melanjutkan kerja sama akan menguntungkan keduanya, sementara pertempuran akan merugikan keduanya.
Dia mengakhiri sambutannya dengan mengomentari hubungan China-Amerika, mengungkapkan harapan Washington memenuhi komitmennya, memenangkan kepercayaan dari orang lain, dan bekerja dengan China untuk mengeksplorasi koeksistensi damai kedua negara besar.
Menurut diplomat China, kedua negara harus mendapatkan kembali niat awal mereka untuk mencairkan kebekuan hubungan, dan mencari consensus baru.
Kedua negara telah menghadapi berbagai tantangan dalam hubungan bilateral, dengan perkembangan terbaru, termasuk sikap lama mantan Presiden Donald Trump yang menarasikan China yang diduga bertanggung jawab atas pandemi virus corona.
Presiden saat ini Joe Biden menekan timpalannya dari China Xi Jinping atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang.
Pemerintah China dianggap "menekan" minoritas Muslim Uyghur. Kekhawatiran Amerika tentang "kerja paksa" di wilayah tersebut telah mendorong undang-undang baru yang disetujui Senat AS untuk melarang impor barang dari Xinjiang.
Beijing berulang kali menolak tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di kawasan itu, menyerukan Washington untuk tidak ikut campur dalam urusan internal negara itu. Ia juga menolak tuduhan terkait keterlibatan China dalam pandemi virus corona.
Di tengah ketegangan yang membara antara China dan AS, outlet media di AS telah memicu kekhawatiran mengenai kemajuan militer dan teknologi Beijing (terutama dalam pengembangan senjata hipersonik).