“Kami berusaha menyelesaikan masalah ini pada tahun mendatang sehingga sekolah dan universitas dapat dibuka," tambahnya.
Komunitas internasional, yang enggan untuk secara resmi mengakui pemerintahan yang dijalankan Taliban, khawatir kelompok itu dapat memberlakukan tindakan keras yang serupa dengan aturan sebelumnya 20 tahun lalu.
Pada saat itu, perempuan dilarang dari pendidikan, pekerjaan dan kehidupan publik.
“Kami tidak menentang pendidikan,” tegas Mujahid, berbicara di kementerian kebudayaan dan informasi di Kabul.
“Di banyak provinsi, kelas yang lebih tinggi (sekolah perempuan) terbuka, tetapi di beberapa tempat ditutup, alasannya adalah krisis ekonomi dan kerangka kerja, yang perlu kita kerjakan di daerah yang padat penduduk. Dan untuk itu kita perlu menetapkan prosedur baru,” katanya.
Anak perempuan yang lebih tua dari kelas 7 telah diizinkan kembali ke ruang kelas di sekolah negeri di sekitar selusin dari 34 provinsi di negara itu.
Mujahid mengatakan, anak perempuan dan laki-laki harus benar-benar dipisahkan di sekolah.
Dia menambahkan, kendala terbesar sejauh ini adalah menemukan atau membangun asrama yang cukup, di mana anak perempuan bisa tinggal sambil bersekolah.
Di daerah padat penduduk, tidak cukup hanya memiliki ruang kelas terpisah untuk anak laki-laki dan perempuan, gedung sekolah yang terpisah diperlukan.
“Kami tidak kekurangan tenaga atau sumber daya manusia, kami membutuhkan kerja sama ekonomi untuk rakyat Afghanistan, kami membutuhkan kerja sama dalam perdagangan, kami perlu menjalin hubungan diplomatik yang baik dengan negara lain,” kata Mujahid.
Mujahid menambahkan bahwa Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Hambatan Besar
Di ibu kota Afghanistan, Kabul, universitas swasta dan sekolah menengah terus beroperasi tanpa gangguan.
Sebagian besar kecil dan kelas selalu dipisahkan.