Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Flu babi yang melanda Afrika, menyebabkan pasokan babi di Thailand mengalami krisis. Hal ini tentunya berdampak pada meroketnya harga daging babi yang mencapai 200 baht atau sekitar 6 dolar AS per kilogram (kg).
Kabar tersebut pun turut dibenarkan oleh pemerintah Thailand, setelah sebelumnya pemerintah menyangkal adanya rumor tersebut. Diketahui wabah flu babi tersebut telah menjangkiti jutaan ekor babi di wilayah Eropa dan Asia selama beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Satpol PP Kota Malang Sidak Warung Makan yang Menjual Daging Anjing
Akibatnya kini masyarakat Thailand mencari opsi daging pengganti, mereka kini mulai beralih mengonsumsi daging buaya.
Warga menilai kandungan protein pada daging buaya diklaim lebih tinggi dibandingkan daging babi, selain itu harganya yang dipasarkan tergolong murah sekitar 2 dolar AS per kg.
Hal inilah yang membuat masyarakat Thailand lebih memilih mengonsumsi daging buaya. Sejak peralihan ini, beberapa peternakan buaya mulai kewalahan menghadapi pesanan yang kian melonjak.
Baca juga: Terkenal Jadi Tukang Jagal Timnas Thailand, Theerathon Bunmathan Punya Misi Khusus
“Awalnya saya tidak tahu bagaimana menangani permintaan. Restoran dan pedagang daging meminta daging buaya dalam jumlah besar dikirim ke mereka. Sementara pelanggan lain yang ingin mencoba daging buaya memesan untuk dibawa pulang,” kata Rungtaweechai, pedagang daging buaya asal Thailand, dikutip dari SCMP.
Pihaknya juga menambahkan sebagian besar permintaannya datang dari restoran, pedagang daging, hingga konsumsi rumah tangga.
Sementara itu untuk menghentikan adanya penularan wabah flu babi, pemerintah Thailand kini tengah memusnahkan ratusan ribu babi. Hal serupa juga juga dilakukan Taiwan dan Kamboja, keduanya kini telah melarang impor babi dari Thailand.
Selain mengalami krisis daging babi, Thailand dikabarkan juga tengah menghadapi inflasi kebutuhan bahan pokok seperti minyak, telur, daging. Hal tersebut membuat kabinet Thailand menyetujui adanya pendanaan sebesar 42 juta dolar AS pada Selasa (19/1/2022) kemarin.
Pendanaan tersebut dimaksudkan untuk meredakan krisis serta membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok dengan memberikan diskon selama tiga bulan ke depan.
“Perdana menteri telah menginstruksikan instansi terkait untuk memastikan tidak ada kerusakan lebih lanjut dari kenaikan biaya hidup, terutama dari penimbunan," tutup juru bicara pemerintah Thanakorn Wangboonkongchana.