News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Klaim Rusia Siap Serang Ukraina, Amerika Serikat Minta Dewan Keamanan PBB Bersikap

Editor: hasanah samhudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Poster Presiden Rusia Vladimir Putin dijadikan latihan sasaran di sepanjang parit di garis depan dengan separatis yang didukung Rusia di dekat desa Zolote, di wilayah Lugansk, pada Jumat (21/1/2022). Inggris menuduh Moskow mendekati mantan politisi dan akan menempatkan pemimpin pro-Rusia di Ukraina.

TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat pada Kamis (27/1/2022) menyerukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk bersidang guna membahas ancaman Rusia terhadap Ukraina.

"Anggota dewan keamanan harus benar-benar memeriksa fakta dan mempertimbangkan apa yang dipertaruhkan untuk Ukraina, untuk Rusia, untuk Eropa dan untuk kewajiban inti dan prinsip-prinsip tatanan internasional jika Rusia menginvasi Ukraina lebih lanjut," kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.

"Ini bukan momen untuk menunggu dan melihat,” katanya, seperti dilansir dari UPI.

Menurutnya, perhatian penuh dewan diperlukan sekarang pada masalah ini ketika negara itu menyerukan diskusi pada Senin dengan Rusia yang siap untuk menyerang Ukraina setelah menempatkan ribuan tentara di perbatasan bersama mereka.

Karena Rusia adalah anggota dewan keamanan pemegang hak veto, kelompok tersebut tidak dapat mengambil tindakan apa pun dalam pertemuan sebelumnya mengenai ketegangan Ukraina.

Baca juga: Presiden AS Biden Sebut Rusia akan Invasi Ukraina pada Februari

Baca juga: Presiden AS Joe Biden Ancam Sanksi Pribadi Terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin Terkait Ukraina

Pejabat Rusia pada Kamis (27/1/2022) mengatakan bahwa tanggapan tertulis yang diberikan oleh Amerika Serikat dan NATO terhadap tuntutan keamanan Moskow tidak menghilangkan kekhawatiran Moskow atas perluasan aliansi militer.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan kepada wartawan di Moskow bahwa tidak ada reaksi positif pada masalah utama dalam dokumen yang dikirim oleh Amerika Serikat dan sekutunya karena Rusia mengancam untuk menyerang Ukraina sambil menuntut agar negara tetangga itu tidak diterima di NATO.

“Masalah utamanya adalah posisi kami yang jelas tentang tidak dapat diterimanya ekspansi lebih lanjut NATO ke Timur dan penyebaran senjata tempur yang dapat mengancam wilayah Federasi Rusia,” kata Lavrov.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Rabu (26/1/2022) mengatakan tanggapan tertulis itu menetapkan jalur diplomatik yang serius ke depan jika Rusia memilihnya.

Blinken menolak untuk merinci secara spesifik persyaratan yang diajukan ke Moskow.

Baca juga: Inggris Mengklaim Moskow Akan Pasang Pemimpin Pro-Rusia di Ukraina, Dekati Mantan Politisi

Baca juga: Tentara Garda Nasional Tembaki Penjaga Keamanan di Fasilitas Militer Ukraina, Lima Orang Tewas

Ia mengatakan, inti permintaan Rusia agar NATO berkomitmen untuk tidak pernah mengakui Ukraina tidak dapat dinegosiasikan.

"Tidak ada perubahan. Tidak akan ada perubahan," kata Blinken tentang kebijakan pintu terbuka NATO untuk menerima negara tambahan.

“Kami menjelaskan bahwa ada prinsip-prinsip inti yang kami berkomitmen untuk tegakkan dan pertahankan, termasuk kedaulatan Ukraina dan integritas teritorial dan hak negara untuk memilih pengaturan dan aliansi keamanan mereka sendiri,” katanya.

Presiden AS Joe Biden sebelumnya pada Kamis (27/1/2022) berbicara dengan Volodymyr Zelensky dari Ukraina.

Keduanya membahas upaya diplomatik baru-baru ini untuk menghindari invasi Rusia dan berterima kasih kepada Biden atas bantuan militer AS.

Baca juga: Dituduh Bekerja Untuk Rusia, Empat Warga Ukraina Dijatuhi Sanksi Oleh Amerika Serikat

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui Soal Ukraina-Rusia, Latar Belakang Konflik hingga Kemungkinan Invasi

Lavrov menegaskan bahwa Amerika Serikat dan NATO sebelumnya telah sepakat untuk tidak melakukan ekspansi dengan mengorbankan keselamatan Rusia dalam konteks Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE).

“Prinsip ini dinyatakan dengan jelas. Ini memiliki dua pendekatan utama yang saling terkait. Pertama, hak setiap negara untuk secara bebas memilih aliansi militer yang diakui. Kedua: kewajiban setiap negara untuk tidak memperkuat keamanannya dengan mengorbankan keamanan negara lain,” katanya.

"Dengan kata lain, hak untuk memilih aliansi jelas dikondisikan oleh kebutuhan untuk mempertimbangkan kepentingan keamanan negara OSCE lainnya, termasuk Federasi Rusia,” tambahnya.

Lavrov menambahkan, bagaimanapun, bahwa tanggapan dapat mengarah pada diskusi lebih lanjut tetapi hanya pada isu-isu sekunder. (Tribunnews.com/UPI/Hasanah Samhudi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini