TRIBUNNEWS.COM - Setelah menarik mundur tentara dari perbatasan, Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan Moskow tidak menginginkan perang di Eropa.
Tetapi Rusia menuntut agar masalah Ukraina dengan NATO segera diselesaikan secara keseluruhan.
Dikutip dari BBC, Vladimir Putin telah mengatakan bahwa Rusia tidak menginginkan perang di Eropa, tetapi masalah keamanannya harus ditangani dan ditanggapi dengan serius.
Komentar presiden Rusia itu muncul ketika militer mengatakan bahwa beberapa pasukan ditarik dari perbatasan dekat Ukraina, tanda pertama dari Moskow tentang kemungkinan penurunan ketegangan.
Baca juga: Presiden AS Joe Biden Buka Diplomasi dengan Putin, Tapi Siaga Jika Rusia Serang Ukraina
Baca juga: Rusia Siap Lanjutkan Upaya Diplomasi Terkait Krisis Ukraina
Namun, para pemimpin Barat mengatakan belum ada bukti penarikan itu.
Putin berbicara di Moskow setelah pertemuan empat jam dengan Kanselir Jerman, Olaf Scholz, yang merupakan pemimpin Barat terbaru yang mengunjungi kawasan itu untuk mencoba meredakan ketegangan.
"Apakah kami menginginkan ini (perang) atau tidak? Tentu saja tidak. Itulah mengapa kami mengajukan proposal untuk proses negosiasi," kata Putin dalam konferensi pers, Selasa (15/2/2022).
Namun, kedua pria itu bentrok ketika Putin mengatakan ada preseden perang di Eropa konflik di bekas Yugoslavia pada 1990-an yang katanya dilancarkan NATO terhadap Serbia tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB.
Scholz mengatakan situasinya berbeda karena ada bahaya genosida oleh Serbia terhadap non-Serbia, yang menurut Putin apa yang terjadi di wilayah Donbas Ukraina timur di mana Rusia mendukung separatis juga merupakan genosida, terhadap etnis Rusia.
Kanselir Jerman kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa Putin salah menggunakan kata genosida dalam kasus ini.
Putin juga mengatakan bahwa NATO sejauh ini gagal mengatasi masalah keamanan dasar Rusia.
Dia menuntut agar masalah Ukraina bergabung dengan NATO ditangani sekarang, bahkan melalui Ukraina masih jauh dari memulai aplikasi untuk bergabung dengan aliansi.
Scholz mengatakan penambahan pasukan "tidak dapat dipahami", tetapi masih ada kemungkinan solusi diplomatik dapat meredakan ketegangan.
"Saya menyatakan bahwa penambahan pasukan dipandang sebagai ancaman," kata Scholz pada konferensi pers.