TRIBUNNEWS.COM - Presiden Perancis Emmanuel Macron mengaku telah menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin lewat sambungan telepon di tengah konflik Rusia dengan Ukraina.
Dalam pembicaraan itu, Macron membujuk Putin untuk segera menghentikan serangan militer ke Ukraina.
Sambungan teleponnya dengan Putin ini hanya berlangsung singkat.
Sebelumnya, kata Macron, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga meminta bantuannya untuk menghubungi Putin.
Baca juga: Perbandingan Kekuatan Militer Rusia vs Ukraina: Rusia Miliki 74 Kapal Perang, Ukraina Hanya 2
Sebab, Zelensky mencoba melakukan panggilan pada Putin tapi tak berhasil.
"Itu (menelepon) juga untuk memintanya berdiskusi dengan Presiden Zelensky karena dia (Zelensky) tidak dapat menghubunginya," kata Macron kepada wartawan setelah pertemuan puncak Uni Eropa di Brussels, dikutip dari BBC, Jumat (25/2/2022).
Sementara itu, Gedung Kremlin juga turut mengkonfirmasi hal tersebut.
Kremlin membenarkan bahwa Putin telah berbicara dengan Macron via telepon pada hari Kamis (24/2/2022), dikutip dari Reuters.
Kremlin mengatakan panggilan itu dilakukan atas inisiatif Macron, dan mereka berdua setuju untuk tetap berhubungan.
Baca juga: PIDATO LENGKAP Presiden Vladimir Putin tentang Alasannya Menyerang Ukraina: Barat telah Menipu Kita!
Dalam panggilan itu, Putin juga memberikan penjelasan lengkap alasan negara yang ia pimpin melakukan invasi pada Ukraina.
Macron memang melakukan diplomasi berat dalam beberapa pekan terakhir ini.
Diplomasi ini untuk mencoba mencegah invasi Rusia ke Ukraina, termasuk mengadakan pembicaraan dengan Putin di Kremlin.
Hari Kedua Invasi Rusia
Hari ini Jumat (25/2/2022) merupakan hari kedua Rusia melakukan invasi ke Ukraina sejak Kamis kemarin.
Rusia kembali melakukan serangannya pada Jumat pagi waktu setempat.
Kali ini, terdengar dua ledakan besar terjadi di ibu kota Ukraina, Kyiv.
Dikutip dari The Guardian, sejumlah wartawan lapangan sekitar Ukraina mendengar ledakan tersebut.
Hal tersebut juga diakui Duta Besar Ukraina untuk Austria, Olexander Scherba yang juga mendengar dua ledakan besar terjadi sekitar pukul 4.25 waktu setempat.
Sementara itu, Penasihat Menteri dalam Negeri Ukraina, Anton Gerashchenko juga mengatakan hal yang serupa.
“Serangan ke Kiyv dengan rudal jelajah atau balistik baru saja berlanjut."
"Saya mendengar dua ledakan kuat barusan," ucap Gerashchenko lewat akun telegram resminya disertai serangkaian foto situasi Kiyv pada Jumat pagi ini.
Baca juga: NATO Sudah Siagakan Pesawat Tempur, Tapi Belum Akan Tempatkan Pasukan ke Ukraina
Baca juga: Dubes Ukraina Peringatkan Soal Propaganda Rusia
Imbas adanya serangan dari Rusia tersebut, angkatan militer Ukraina mengkonfirmasi membawa senjata tambahan ke Kyiv, di tengah laporan ledakan di ibukota Ukraina itu.
Dikutip dari Al Jazzera, Kementerian Dalam Negeri Ukraina juga melaporkan sebuah pesawat milik Rusia jatuh tertembak di atas wilayah Kyiv.
Hal itu diungkapkan Penasihat Menteri dalam Negeri, Anton Herashchenko.
Ia mengatakan, pasukan militer Ukraina menjatuhkan sebuah pesawat musuh yang kemudian menabrak sebuah bangunan tempat tinggal 9 lantai dan terbakar.
Namun, belum diketahui pasti apakah pesawat musuh tersebut memilik awak atau tidak di dalamnya.
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, dalam hari pertama invasi Rusia, 137 warga Ukraina tewas.
Hal tersebut disampaikan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Sebanyak 137 korban yang tewas adalah para warga sipil dan tentara militer.
Zelensky mengatakan, negaranya seperti dibiarkan sendiri dalam memerangi Rusia.
Dia menyebut korban tewas adalah "pahlawan" dalam sebuah video pidatonya pada Kamis (25/2/2020).
Selain korban tewas, Zelensky juga mengatakan ada 316 orang yang terluka.
"Mereka membunuh orang dan mengubah kota yang damai menjadi target militer. Itu busuk dan tidak akan pernah dimaafkan," kata Zelensky, merujuk pada pasukan Rusia, dikutip dari Al Jazeera.
Sementara, kondisi di Rusia juga tak kalah bergejolak.
Polisi Rusia menangkap hampir 1.400 orang dalam protes anti-perang yang digelar di kota-kota di seluruh negeri setelah Presiden Vladimir Putin melancarkan invasi ke Ukraina.
"Lebih dari 1.391 orang telah ditahan di 51 kota," kata OVD-Info pada hari Kamis, yang melacak penangkapan pada demonstrasi oposisi.
Menurut data OVD-Info, lebih dari 700 orang ditangkap di Moskow dan sekitar 340 orang di kota terbesar kedua Saint Petersburg.
Invasi ke Ukraina ini terjadi setelah pemerintahan Putin bertindak keras terhadap pihak oposisi Rusia.
Sebagian besar pemimpin oposisi yang protes dibunuh, dipenjara atau dipaksa keluar dari negara itu.
Baca juga: Sikapi Invasi Rusia, Ukraina Persenjatai Semua Orang yang Bersedia Membela Negara
Baca juga: Serangan Militer Rusia ke Ukraina Bisa Picu Perang Dunia III
Seperti pemimpin oposisi yang dipenjara Alexey Navalny, yang biasa memobilisasi protes terbesar Rusia terhadap Putin, menjalani hukuman dua setengah tahun di sebuah penjara di luar Moskow.
Sejumlah aktivis Rusia menyerukan media sosial agar orang-orang turun ke jalan setelah Putin melancarkan serangan di Ukraina pada dini hari Kamis.
Satu petisi, dimulai dari seorang advokat hak asasi manusia terkemuka, Lev Ponomavyov, mengumpulkan lebih dari 150.000 tanda tangan dalam beberapa jam dan 289.000 pada Kamis malam.
Petisi lainnya juga dilanjutkan lebih dari 250 jurnalis yang mencantumkan nama mereka di surat terbuka yang mengecam agresi tersebut.
Satu lagi ditandatangani oleh sekitar 250 ilmuwan.
Sementara oleh 194 anggota dewan kota di Moskow dan kota-kota lain menandatangani yang ketiga.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Maliana)