TRIBUNNEWS.COM, RUSIA - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan jika perang dunia ketiga terjadi maka itu akan melibatkan senjata nuklir dan merusak.
Pernyataan Lavrov ini dilaporkan Kantor Berita RIA yang berbasis di Rusia, Rabu (2/3/3033).
Lavrov mengatakan bahwa Rusia yang telah meluncurkan apa yang disebutnya sebagai operasi militer khusus melawan Ukraina sejak Kamis (24/2/2022) lalu, akan menghadapi "bahaya nyata" jika Kiev memperoleh senjata nuklir.
Berdasarkan laporan Kantor Berita TASS, Lavrov mengatakan Rusia tidak akan mengizinkan Ukraina memperoleh senjata nuklir.
Sebelumnya, pada Selasa (1/3/2022), Lavrov mengatakan pada Konferensi Perlucutan Senjata di Jenewa, Swiss, bahwa Ukraina telah berusaha untuk memperoleh senjata nuklir.
Baca juga: Saat Rusia Invasi Ukraina, Israel Juga Tak Kalah Brutalnya Menyerang Warga Palestina
Dikutip dari Reuters, dia menyebut itu bahaya nyata yang membutuhkan tanggapan Rusia.
“Hari ini bahaya yang ditimbulkan oleh rezim (Presiden Ukraina Volodymyr) Zelenskiy bagi negara-negara tetangga dan keamanan internasional secara umum telah meningkat secara substansial setelah pihak berwenang yang dibentuk di Kiev memulai permainan berbahaya terkait dengan rencana untuk memperoleh senjata nuklir mereka sendiri,” kata Lavrov mengatakan pada Konferensi Perlucutan Senjata dalam sebuah video.
"Ukraina masih memiliki teknologi nuklir Soviet dan sarana pengiriman senjata semacam itu. Kami tidak dapat gagal untuk menanggapi bahaya nyata ini," kata dia.
Lavrov juga menyerukan Amerika Serikat (AS) untuk menarik senjata nuklirnya dari Eropa.
Lavrov menyampaikan pidato lewat tayangan video yang kemudian diikuti dengan aksi walkout oleh banyak diplomat termasuk dari Perancis dan Inggris saat video itu diputar.
Para diplomat melakukan aksi itu sebagai bentuk protes invasi Rusia ke Ukraina.
Aksi walkout para diplomat ketika video Lavrov diputar juga terjadi pada pertemuan paralel PBB di Jenewa pada Selasa kemarin.
Peringatan dari Belarusia
Hal senada juga dikemukakan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko.