Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Salah satu pimpinan Partai Liberal Demokratik (LDP), Sanae Takaichi setuju dengan Nuclear Sharing agar dibahas bersama sebagai antisipasi ancaman luar terhadap Jepang.
"Saya setuju dengan diskusi agar dibuka mengenai Nuclear Sharing dan coba kita diskusikan pula dengan negara-negara misalnya di Asia Tenggara," ungkap Sanae Takaichi, Ketua Komite Investigasi Politik LDP, Minggu (6/3/2022).
Sebelumnya tanggal 27 Februari 2022, mantan Perdana Menteri Jeoang Shinzo Abe menjelaskan "nuclear sharing," yang berbagi untuk pencegahan nuklir.
"Diskusi tidak boleh tabu," kata Shinzo Abe setelah semakin ramai orang membicarakan hal tersebut.
Tiga prinsip non-nuklir yaitu "tidak memiliki", "tidak membuat", dan "tidak membawa" senjata nuklir ("do not have", "do not make", and "do not bring in").
Takaichi menjelaskan karena Jepang telah meratifikasi NPT (Nuclear Weapons Non-Proliferation Treaty), maka hal itu tidak dapat dimiliki atau tidak dapat dibuat.
Baca juga: Zelenskyy: Rusia Segera Kuasai Pembangkit Nuklir Ke-3, Israel Diminta Jadi Penengah
Sedangkan "jangan membawa masuk," Saya mengikuti pemerintah berturut-turut sebelumnya," ujarnya.
Pada bulan Maret 2010, Menteri Luar Negeri Katsuya Okada (saat itu) di bawah Partai Demokrat Jepang (Saat itu penguasa kini oposisi) mengatakan, "Jika panggilan nuklir sementara tidak diizinkan, keamanan Jepang tidak dapat dilindungi."
Jika demikian, pemerintah saat itu memutuskan nasib negara tersebut, administrasi dan menjelaskannya kepada orang-orang pentingnya pembahasan nuklir.
Pada tahun 2014, setelah Partai Demokrat Liberal kembali berkuasa, Kabinet Shinzo Abe mengatakan bahwa itu mengikuti jawaban yang diberikan selama pemerintahan Partai Demokrat.
Takaichi mengungkapkan pemikirannya, "Jangan biarkan pemerintah masa depan terikat dengan 'jangan bawa masuk'."
"Ketika kita berada dalam situasi sulit apakah akan mempertahankan tiga prinsip non-nuklir atau melindungi kehidupan rakyat, pemerintah saat itu perlu mengambil keputusan dan mengikat perdebatan," katanya.
Di sisi lain, ia juga menyampaikan bahwa ada gagasan bahwa "bahkan dalam keadaan darurat, kapal AS yang dilengkapi dengan senjata nuklir tidak diizinkan melewati wilayah perairan Jepang" sebagai "pendapat ekstrem".