Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, IRAN – Rencana presiden Iran, Ebrahim Raeisi yang ingin menghidupkan kembali proyek tenaga nuklir Iran atau yang biasa disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) sepertinya terancam gagal, menyusul adanya rencana Rusia yang mundur dari perjanjian proyek tersebut.
Hal ini dibenarkan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov. Pihaknya menyatakan bahwa adanya sanksi ekonomi yang ramai dilayangkan ke negara pimpinan Vladimir Putin setelah invasi pertamanya ke Ukraina, telah menjadi penghalang bagi Rusia dalam menyetujui kesepakatan JCPOA.
Sebagai informasi, proyek pembangunan JCPOA sudah ada sejak 2015 lalu rencananya dalam proyek ini Iran akan dibantu oleh negara E3 yang mencakup Prancis, Jerman, Inggris Rusia serta China. Dengan tujuan untuk mengali potensi kekayaan mineral Iran.
Baca juga: Invasi Rusia Dinilai Dapat Rusak Pembicaraan Nuklir Iran
Iran diketahui telah menjadi salah satu negara yang kaya akan berbagai sumber daya mineral. Bahkan gas alam yang terkandung dalam bawah tanah Iran diprediksi sudah mencapai 1.200 triliun kaki kubik.
Dengan begini Iran berpotensi besar menjadi produsen gas alam terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Rusia.
Namun karena Rusia kini tengah menghadapi sanksi global, membuat negara pimpinan Putin tersebut kini menunda untuk menandatangi kontrak kesepakatan JCPOA.
Keputusan ini lantas membuat presiden Ebrahim khawatir jika nantinya Rusia yang canggih akan teknologi nuklir, tak lagi mau menjalin kerjasama untuk mensukseskan pembangunan tenaga nuklir JCPOA di Iran.
"Kami telah melihat dan mendengar tentang komentar Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov di media. Kami sedang menunggu untuk mendengar rinciannya melalui saluran diplomatik," kata juru bicara kementerian iIran Saeed Khatibzadeh.
Awalnya pemerintah Rusia setuju membantu Iran untuk membangun tenaga nuklir, namun pemerintah Rusia meminta syarat pada Iran agar pihaknya mau membujuk AS untuk mengeluarkan jaminan tertulis yang mengatur tentang pembebasan warga Rusia dari sanksi ekonomi.
Baca juga: Energi Nuklir Muncul di RUU EBT, Pakar: Harus Siapkan Lokasi Pembuangan Limbah Radioaktif
Sayang permintaan tersebut ditolak oleh AS, melalui putusan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Negaranya bersikeras untuk tidak memberikan pelonggaran sanksi ekonomi, karena dikawatirkan tindakan invasi Rusia ke Ukraina akan jauh lebih berbahaya apabila sanksi tersebut dicabut.
Selain adanya sanksi ekonomi yang dijatuhkan ke negaranya, Rusia menyebut jika nantinya JCPOA jadi direalisasikan dalam waktu dekat maka bisa menggagalkan rencana Putin untuk mengretak Eropa dengan mengurangi stok minyak mentah, mengingat kaya nya potensi mineral pada Iran.