TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin badan intelijen AS mengatakan bahwa Presiden Vladimir Putin dapat mengintensifkan invasi ke Ukraina meskipun terjadi kemunduran militer dan kesulitan ekonomi di Rusia.
Dilansir CNA, para pemimpin intelijen ini memperkirakan Rusia telah kehilangan 2.000 hingga 4.000 militernya dalam perang di Ukraina.
Selain kehilangan sejumlah besar pasukan, negara pimpinan Putin ini juga telah merasakan dampak sanksi internasional.
Kendati demikian, kondisi justru akan lebih buruk bagi Ukraina karena persediaan makanan dan air di Kyiv mungkin habis dalam dua minggu.
"Analis kami menilai bahwa Putin tidak mungkin terhalang oleh kemunduran seperti itu dan sebaliknya dapat meningkat," kata Direktur Intelijen Nasional Avril Haines dalam sidang tahunan Komite Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (8/3/2022).
Baca juga: 22 Tewas, Rusia Bombadir Pemukiman di Sumy Ukraina, Gubernur: Tiga Bom dalam 1 Malam, Mengerikan
Baca juga: Pemimpin Arab Saudi dan UEA Menolak Telepon dari Biden yang Khawatir Soal Harga Minyak Dunia
Haines mengatakan, keputusan Putin menyiagakan pasukan nuklir merupakan langkah yang "sangat tidak biasa" sejak 1960-an.
Namun analis intelijen tidak mengamati perubahan dalam postur nuklir Rusia di luar apa yang terdeteksi selama krisis internasional sebelumnya.
"Kami juga belum mengamati perubahan postur nuklir di seluruh kekuatan yang melampaui apa yang telah kami lihat di momen-momen ketegangan yang meningkat sebelumnya," kata Haines.
William Burns, direktur Central Intelligence Agency, menggemakan penilaian Haines bahwa Rusia tidak mungkin mundur.
"Saya pikir Putin marah dan frustrasi saat ini. Dia kemungkinan akan menggandakan dan mencoba menggiling militer Ukraina tanpa memperhatikan korban sipil," kata Burns.
Burns mengatakan dia dan analis CIA tidak bisa melihat bagaimana rencana Putin untuk merebut Ibu Kota Kyiv dan mengganti pemerintahan Presiden Volodymyr Zelensky dengan pejabat pro-Rusia.
"Saya gagal melihat bagaimana dia bisa menghasilkan permainan akhir semacam itu dan ke mana arahnya, saya pikir, adalah untuk beberapa minggu ke depan yang buruk di mana dia menggandakan (serangan) dengan sedikit memperhatikan korban sipil," kata Burns kepada komite.
Situasi Kyiv Memprihatinkan
Menyusul laporan Rusia memotong pasokan kebutuhan pokok ke Kyiv, Letnan Jenderal Scott Berrier, direktur Badan Intelijen Pertahanan, mengatakan situasi di ibu kota Ukraina bisa memburuk dengan cepat.
"Saya tidak memiliki jumlah hari tertentu dari pasokan yang dimiliki populasi. Tetapi dengan pasokan yang terputus, itu akan menjadi agak putus asa, saya akan mengatakan, 10 hari hingga dua minggu," kata Berrier.
Berrier mengatakan, AS tidak memiliki bukti bahwa Rusia melakukan kejahatan perang di luar dari postingan yang viral di media sosial.
Ia menyinggung pemboman sekolah dan fasilitas yang tidak terkait dengan militer Ukraina oleh pasukan Rusia.
Sementara itu, Burns mengatakan saat ini pemimpin China tidak bisa tenang dengan invasi Rusia ke Ukraina.
Diketahui, negara pimpinan Xi Jinping ini menolak mengutuk tindakan Rusia atau menyebutnya dengan invasi.
"Saya pikir mereka (China) sedikit gelisah tentang dampaknya terhadap ekonomi global. Dan ketiga, saya pikir mereka sedikit gelisah dengan cara Vladimir Putin telah mendorong Eropa dan Amerika lebih dekat," kata Burns.
Ukraina Harus Bertahan 10 Hari ke Depan
Seorang pejabat senior Ukraina pada Rabu (9/3/2022) mengatakan, negaranya harus menahan serangan Rusia selama 7-10 hari ke depan untuk menggagalkan kemenangan Moskow.
Diketahui hingga kini, lebih dari dua juta orang telah mengungsi dari Ukraina, terhitung sejak Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan invasi.
Vadym Denysenko, penasihat Menteri Dalam Negeri Ukraina, mengatakan Rusia sangat menginginkan sebuah kemenangan.
Ia menyebut, Kota Mariupol atau Ibu Kota Kyiv adalah target yang paling mungkin untuk rencana tersebut.
"Mereka (Rusia) membutuhkan setidaknya beberapa kemenangan sebelum mereka dipaksa ke dalam negosiasi akhir," tulis Denysenko di Facebook.
"Oleh karena itu tugas kita adalah berdiri selama 7-10 hari ke depan," tambahnya, dikutip dari CNA.
Rusia mengatakan akan membuka koridor kemanusiaan pada Rabu (9/3/2022) untuk warga Ukraina di Kyiv dan empat kota lainnya agar bisa mengungsi.
Baca juga: Buntut Invasi di Ukraina, McDonalds hingga TikTok Angkat Kaki dari Rusia
Baca juga: Rusia: Harga Minyak Mentah Bisa Tembus 300 Dolar AS, Embargo Minyak oleh Barat Bisa Jadi Bencana
Satu-satunya koridor kemanusiaan yang saat ini beroperasi adalah di Kota Sumy, yang dibuka pada Selasa (8/3/2022) lalu.
Sekitar 5.000 orang menaiki bus dari Sumy pada Selasa setelah Moskow dan Kyiv menyetujui koridor ini, jelas gubernur regional Sumy, Dmytro Zhyvytskyy.
Ia menambahkan, sekitar 1.000 mobil juga diizinkan pergi menuju Kota Poltava.
Zhyvytskyy, secara terpisah mengatakan bahwa daerah pemukiman di Sumy telah dibom.
Insiden yang ia sebut 'pembunuhan massal' itu menewaskan 22 warga sipil.
Namun Moskow membantah menargetkan warga sipil dalam invasinya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)