Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Negosiaasi antara Rusia dan Ukraina akan dilanjutkan dalam format virtual pada Senin waktu setempat.
Pernyataan ini disampaikan Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov pada hari Minggu kemarin.
"Ya," kata Peskov, saat sitanya apakah negosiasi selanjutnya akan diadakan secara online.
Dikutip dari laman TASS, Senin (14/3/2022), Peskov mengatakan pada Sabtu lalu bahwa delegasi Rusia yang akan melakukan negosiasi secara virtual dengan Ukraina akan dipimpin oleh pembantu Presiden Rusia Vladimir Putin, yakni Vladimir Medinsky, sama seperti sebelumnya.
Baca juga: Hari ke-18 Invasi, Zelenskiy Ucap Rusia Tak Bisa Taklukkan Ukraina Hingga Desakan Putin Setop Perang
Baca juga: Rusia Mulai Kesulitan Jual Minyak Mentah, Sejumlah Perusahaan Energi Eropa Ambil Sikap Tegas
Sementara itu, layanan pers Kremlin mengatakan pada Sabtu lalu bahwa dalam percakapan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Putin menyampaikan kepada mereka tentang 'serangkaian pembicaraan yang diadakan antara perwakilan Rusia dan Ukraina dalam format video dalam beberapa hari terakhir'.
Putaran pertama negosiasi antara kedua negara itu diadakan di wilayah Gomel Belarus pada 28 Februari lalu dan berlangsung selama 5 jam.
Kemudian negosiasi putaran kedua diadakan pada 3 Maret di Belovezhskaya Pushcha, juga di Belarus.
Negosiasi tersebut menghasilkan kesepakatan tentang 'koridor kemanusiaan' untuk mengevakuasi warga sipil.
Selanjutnya, delegasi dua negara itu bertemu untuk negosiasi putaran ketiga pada 7 Maret, di wilayah Brest, yang juga berada di wilayah Belarus.
Lalu pada 10 Maret, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov bertemu dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmitry Kuleba di sela-sela forum diplomatik di Antalya, Turki.
Pada 24 Februari lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan dimulainya operasi militer khusus (invasi) di Ukraina sebagai tanggapan atas permintaan bantuan yang diajukan oleh Kepala Republik Donbass.
Kendati demikian, ia menekankan bahwa negaranya tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina.
Ia mengklaim operasi ini dilakukan hanya untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.
Hal yang sama pun disampaikan Kementerian Pertahanan Rusia bahwa pasukan Rusia tidak menargetkan kota-kota di Ukraina, namun hanya melumpuhkan infrastruktur militer Ukraina saja.
Oleh karena itu, Rusia menegaskan tidak ada ancaman yang ditargetkan bagi penduduk sipil.