TRIBUNNEWS.COM - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat lebih dari 700 warga sipil, termasuk 52 anak-anak di Ukraina telah tewas sejak awal invasi Rusia.
Diketahui Rusia menginvasi Ukraina sejak tiga minggu lalu yakni pada Kamis (24/2/2022).
Kepala urusan politik PBB, Rosemary DiCarlo mengatakan kepada Dewan Keamanan pada Kamis (17/3/2022), bahwa jumlah korban kemungkinan dapat jauh lebih tinggi dari perkiraan tersebut.
"Sebagian besar korban ini disebabkan oleh penggunaan senjata peledak di daerah berpenduduk dengan daerah dampak yang luas."
"Ratusan bangunan tempat tinggal telah rusak atau hancur, seperti juga rumah sakit dan sekolah," kata DiCarlo, sebagaimana dilansir CNA.
Dia mengatakan kepada 15 anggota dewan bahwa badan hak asasi manusia PBB telah mencatat 726 kematian, termasuk 52 anak-anak, dan 1.174 orang terluka, termasuk 63 anak-anak, antara 24 Februari dan 15 Maret.
Baca juga: Kemhan Rusia Klaim Pesawat Su-25 Hancurkan Gudang Militer Pasukan Ukraina
Baca juga: Pentagon: Vladimir Putin Kerahkan 75% Militer Rusia dalam Invasi Ukraina
"Besarnya korban sipil dan penghancuran infrastruktur sipil di Ukraina tidak dapat disangkal. Ini menuntut penyelidikan dan pertanggungjawaban yang menyeluruh," katanya.
Organisasi Kesehatan Dunia telah memverifikasi 43 serangan terhadap layanan kesehatan di Ukraina yang telah menewaskan 12 orang dan melukai puluhan lainnya, termasuk petugas kesehatan, kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada Dewan Keamanan.
"Dalam konflik apa pun, serangan terhadap layanan kesehatan merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional," kata Tedros kepada dewan, tanpa menyebutkan siapa yang harus disalahkan.
Ukraina dan sekutu Baratnya menuduh Moskow menyerang warga sipil.
Sementara Rusia menyebut tindakan militernya di Ukraina sebagai "operasi khusus" dan membantah menyerang warga sipil, dengan mengatakan pihaknya menargetkan infrastruktur militer Ukraina.
Dewan Keamanan akan memberikan suara pada hari Jumat pada seruan yang dirancang Rusia untuk akses bantuan dan perlindungan sipil di Ukraina, tetapi para diplomat mengatakan tindakan itu akan gagal karena tidak mendorong diakhirinya pertempuran atau penarikan pasukan Rusia.
"Kami pikir itu salah," kata Duta Besar Albania untuk PBB Ferit Hoxha kepada Dewan Keamanan pada hari Kamis.
"Rusia tidak bisa menembak dulu dan kemudian menyamar sebagai dokter."